5 Negara dengan Pengeluaran Militer Terbesar di Dunia Tahun 2021, Ada Rusia hingga India
Pengeluaran militer global naik lagi pada tahun 2021 dan mencetak rekor baru, tepat saat Rusia meningkatkan militernya sebelum invasi ke Ukraina.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Pengeluaran militer global naik lagi pada tahun 2021 dan mencetak rekor baru, tepat saat Rusia meningkatkan militernya sebelum invasi ke Ukraina.
Hal ini diungkapkan para peneliti dalam laporan oleh Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), Senin (25/4/2022).
SIPRI memprediksi tren ini akan berlanjut khususnya di kawasan Eropa.
Terlepas dari kejatuhan ekonomi global karena Covid-19, negara-negara di seluruh dunia meningkatkan persenjataan mereka.
Bahkan pengeluaran militer global meningkat 0,7 persen tahun lalu.
"Pada tahun 2021 belanja militer naik untuk ketujuh kalinya berturut-turut mencapai US$2,1 triliun. Itu adalah angka tertinggi yang pernah kami miliki," kata Diego Lopes da Silva, peneliti senior di SIPRI.
Baca juga: Hindari Sanksi, Penambang Kripto Compass Jual Peralatan Senilai 30 Juta Dolar AS di Rusia
Baca juga: Rusia Disebut Hanya Miliki 30% Rudal Tersisa, Ukraina akan Dapat Pasokan Senjata dari 19 Negara
Negara dengan Pengeluaran Militer Terbesar
Ketika ketegangan meningkat di Eropa, lebih banyak negara NATO meningkatkan belanja militernya.
Delapan negara anggota tahun lalu mencapai target pengeluaran dua persen dari PDB, salah satunya lebih sedikit dari tahun sebelumnya tetapi naik dari hanya dua pada tahun 2014, kata SIPRI.
Dilansir SCMP, Amerika Serikat (AS) memiliki pengeluaran anggaran militer terbesar yakni US$801 miliar yang menjadikannya nomor satu di dunia.
Namun negara pimpinan Joe Biden ini tidak megikuti tren global, karena justru menurunkan pengeluarannya sebesar 1,4 persen pada tahun 2021.
Selama dekade terakhir, pengeluaran AS untuk penelitian dan pengembangan meningkat sebesar 24 persen, sementara pengadaan senjata turun sebesar 6,4 persen.
Meskipun keduanya menurun pada tahun 2021, penurunan dalam penelitian tidak begitu menonjol, menyoroti fokus negara itu "pada teknologi generasi berikutnya".
"Pemerintah AS telah berulang kali menekankan perlunya mempertahankan keunggulan teknologi militer AS atas pesaing strategis," kata Alexandra Marksteiner, peneliti lain di SIPRI dalam pernyataan.
China, pembelanja militer terbesar kedua di dunia dengan perkiraan US$293 miliar, meningkatkan pengeluarannya sebesar 4,7 persen.
Ini menandai peningkatan pengeluaran selama 27 tahun berturut-turut.
Pembangunan militer China menyebabkan tetangga regionalnya turut meningkatkan anggaran militer mereka, dengan Jepang menambahkan US$7 miliar, naik 7,3 persen.
Hal ini merupakan peningkatan tahunan tertinggi Jepang sejak 1972.
Australia juga menghabiskan empat persen lebih banyak untuk militernya, mencapai US$31,8 miliar pada tahun 2021.
India, pembelanja terbesar ketiga di dunia dengan US$76,6 miliar, juga meningkatkan pendanaan pada tahun 2021 tetapi hanya 0,9 persen.
Inggris mengambil alih tempat nomor empat, dengan peningkatan tiga persen dalam pengeluaran militer menjadi US$68,4 miliar.
Negara ini menggantikan Arab Saudi yang malah menurunkan pengeluaran sebesar 17 persen menjadi sekitar US$55,6 miliar.
Belanja Militer Rusia Meningkat
Pengeluaran Rusia tumbuh sebesar 2,9 persen menjadi US$65,9 miliar.
Tahun 2021, merupakan tahun ketiga peningkatan belanja militer secara berturut-turut oleh Moskow.
Lopes da Silva mengatakan, pengeluaran pertahanan menyumbang 4,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) Rusia yang mana ini jauh lebih tinggi dari rata-rata dunia.
Fakta ini menjadikan Moskow pembelanja terbesar kelima di dunia.
Pendapatan dari minyak dan gas yang tinggi menopang Rusia untuk meningkatkan belanja militer.
Lopes da Silva mencatat bahwa Rusia melakukan pengeluaran pada militernya secara signifikan menjelang akhir tahun.
"Itu terjadi ketika Rusia mengumpulkan pasukan di sepanjang perbatasan Ukraina sebelum invasi ke Ukraina pada bulan Februari," kata peneliti tersebut.
Lopes da Silva tidak dapat memprediksi apakah Rusia dapat mempertahankan pengeluarannya itu karena gelombang sanksi dari Barat.
Baca juga: Jadi Anggota ENTSO-E, Ukraina Kini Dapat Jual Listriknya di Pasar Eropa
Baca juga: Ibu dan Bayi 3 Bulan Tewas dalam Serangan Rusia di Odessa, Zelensky: Bagaimana Dia Mengancam Rusia?
Pada tahun 2014, ketika Rusia mencaplok Krimea, negara itu juga menjadi sasaran sanksi pada saat yang sama ketika harga energi turun, sehingga sulit untuk mengukur seberapa efektif sanksi itu sendiri.
"Sekarang, kami memiliki sanksi yang lebih keras, itu pasti, tetapi kami memiliki harga energi yang lebih tinggi yang dapat membantu Rusia mempertahankan pengeluaran militer pada tingkat itu," kata Lopes da Silva.
Di sisi lain, pengeluaran militer Ukraina meningkat sebesar 72 persen sejak aneksasi Krimea.
Namun pengeluaran menurun lebih dari delapan persen pada tahun 2021 menjadi US$5,9 miliar, menyumbang 3,2 persen dari PDB Ukraina.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.