Rusia Tolak Tawaran Ukraina untuk Negosiasi di Mariupol: Mereka Ingin Pentaskan Adegan Memilukan
Rusia menolak tawaran dari Ukraina untuk melakukan negosiasi di Mariupol. Lavrov: Mereka Ingin Pentaskan Adegan Memilukan.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menolak proposal Kyiv untuk mengadakan pembicaraan damai atau upaya negosiasi untuk mengakhiri perang di Kota Pelabuhan Mariupol, Ukraina.
Menurut Lavrov, mengadakan negosiasi di Mariupol sama seperti mengadakan aksi teatrikal.
Hal ini disampaikan Lavrov dalam konferensi pers setelah melakukan pembicaraan dengan Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres pada Selasa (26/4/2022) hari ini.
"Itu adalah aksi teatrikal, memang, orang Ukraina suka mementaskan segalanya."
"Tampaknya mereka ingin mementaskan adegan memilukan lainnya," kata Lavrov saat menanggapi pertanyaan jurnalis tentang proposal Kyiv, dikutip dari TASS.
Baca juga: Polandia Bekukan Puluhan Aset Perusahaan Asal Rusia Mulai Gazprom Hingga Produsen Pupuk Akron
Baca juga: Strategi AS Dukung Ukraina Bergeser, Kini Ingin Cegah Putin Membeli Lebih Banyak Senjata
Dia juga meminta pihak Ukraina untuk segera menanggapi proposal Rusia yang disebut telah dikirim selama lebih dari 10 hari.
"Jika kita berbicara tentang sikap serius untuk bekerja dalam kerangka negosiasi, akan lebih baik jika mereka dengan cepat menanggapi proposal kami."
"Yang, saya ulangi, telah berada di pihak mereka selama lebih dari 10 hari dan yang, ternyata, tidak direspons, bahkan Zelensky belum pernah mendengarnya," katanya.
Sementara, Lavrov mengaku pihak Rusia telah siap untuk bernegosiasi.
Tetapi, Lavrov menambahkan, terlalu dini untuk membicarakan tentang siapa yang akan menengahi proses negosiasi.
Baca juga: Ukraina Diprediksi Kehilangan Sekitar 20 Persen Panen Gandumnya karena Perang
Baca juga: Senjata di Asia Tenggara, Cari Duit Yakuza Jepang Kini Manfaatkan Perang Ukraina - Rusia
"Kami siap bernegosiasi, jika ada yang punya ide menarik, kami siap mendengarkannya."
"Negosiator Ukraina tidak berbicara tentang mediasi seperti itu, setidaknya sekarang, pada tahap sebelumnya. Terlalu dini untuk berbicara tentang mediator pada tahap ini, menurut saya,” kata Lavrov.
Sebelumnya, Lavrov melaporkan bahwa negosiasi Rusia-Ukraina terhenti karena fakta bahwa Kyiv tidak menanggapi proposal terbaru Moskow.
Ditambah, pernyataan oleh otoritas Ukraina yang menunjukkan kurangnya minat mereka dalam dialog.
Namun demikian, seperti yang dikonfirmasi oleh ajudan Presiden Federasi Rusia Vladimir Medinsky, pada 22 April, para delegasi melakukan beberapa percakapan yang lebih panjang.
Lavrov Singgung soal Bahaya Perang Dunia Ketiga
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov juga mengatakan tak ingin melihat risiko perang nuklir yang berpotensi terjadi agak signifikan dalam konflik antara negaranya dan Ukraina.
Menurut Lavrov, bahaya perang nuklir sangat serius dan tidak boleh diremehkan.
Untuk itu, Lavrov memperingatkan Ukraina agar tidak memprovokasi Perang Dunia III.
"Semua orang membaca mantra bahwa dalam hal apa pun kita tidak bisa membiarkan Perang Dunia III," katanya dalam sebuah wawancara televisi Rusia yang dikutip AP News.
"Bahayanya (perang nuklir) serius. Ini nyata. Ini tidak boleh diremehkan," tambahnya.
Baca juga: BOCOR Foto Diduga Kapal Selam Rusia di Krimea, Disebut Dilengkapi dengan Rudal Kemampuan Nuklir
Baca juga: Jelang Pertemuan AS dan Sekutu Soal Penambahan Senjata ke Ukraina, Rusia: Ancaman PD III Makin Nyata
Hal itu disampaikan Lavrov sebagai tanggapan atas pernyataan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Lloyd Austin.
Sebelumnya, Austin mengatakan, AS ingin melihat Ukraina tetap berdaulat dan menjadi negara demokratis.
AS juga ingin melihat Rusia melemah ke titik di mana negara itu tidak dapat melakukan hal-hal seperti menginvasi Ukraina.
Pernyataan Austin tampaknya mewakili pergeseran tujuan strategis AS sejak Washington mengatakan tujuan bantuan militer Amerika adalah untuk membantu Ukraina menang dan untuk membela negara tetangga NATO, Ukraina, dari ancaman Rusia.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba mengatakan Rusia telah kehilangan harapan terakhir untuk menakut-nakuti dunia agar tidak mendukung Ukraina.
"Demikian pembicaraan tentang bahaya 'nyata' PD III. Ini hanya berarti Moskow merasakan kekalahan di Ukraina," tulis Kuleba di Twitter.
Ketika Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari, tujuan nyatanya adalah untuk merebut Ibu Kota Kyiv.
Namun Ukraina, dibantu oleh senjata Barat, memaksa pasukan Presiden Vladimir Putin untuk mundur.
Moskow sekarang mengatakan, tujuannya adalah untuk mengambil Donbas, kawasan industri yang sebagian besar berbahasa Rusia di Ukraina timur.
Pada Senin (25/4/2022), Rusia memfokuskan senjatanya di luar Donbas, dengan rudal dan pesawat tempur menyerang jauh di belakang garis depan untuk mencoba menggagalkan upaya pasokan Ukraina.
Lima stasiun kereta api di Ukraina tengah dan barat terkena rudal, dan satu pekerja tewas, kata Oleksandr Kamyshin, kepala kereta api negara Ukraina.
Rudal menghantam Lviv, kota barat dekat perbatasan Polandia yang macet oleh orang Ukraina yang melarikan diri dari rumah mereka.
Pihak berwenang Ukraina mengatakan sedikitnya lima orang tewas oleh serangan Rusia di wilayah Vynnytsia tengah.
Rusia juga menghancurkan kilang minyak dan depot bahan bakar di Kremenchuk, di Ukraina tengah, kata juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Mayor Jenderal Igor Konashenkov.
Secara keseluruhan, pesawat tempur Rusia menghancurkan 56 target Ukraina, katanya.
Serangan terhadap depot bahan bakar dimaksudkan untuk menghabiskan sumber daya perang Ukraina yang vital.
Serangan terhadap rel, dimaksudkan untuk mengganggu jalur pasokan dan mengintimidasi orang yang mencoba menggunakan kereta api untuk melarikan diri dari pertempuran, kata Philip Breedlove, pensiunan jenderal AS yang merupakan komandan tertinggi NATO dari 2013-2016.
Lebih lanjut, pada Selasa (26/4/2022), Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan pasukan Rusia telah merebut Kota Kreminna di Ukraina di wilayah Luhansk setelah berhari-hari pertempuran jalanan.
"Kota Kreminna dilaporkan telah jatuh dan pertempuran sengit dilaporkan terjadi di selatan Izium ketika pasukan Rusia berusaha maju menuju kota Sloviansk dan Kramatorsk dari utara dan timur," kata militer Inggris dalam sebuah tweet.
Staf Umum Ukraina mengatakan pasukan Rusia menembaki Kharkiv saat mereka berjuang untuk mengambil kendali penuh atas wilayah Donetsk dan Luhansk.
Baca juga: AS Ingin Melihat Rusia Melemah, Gelontorkan Bantuan Militer Rp4,8 Triliun untuk Ukraina
Baca juga: Abaikan Peringatan Rusia, AS akan Buka Kembali Kedubes di Ukraina dan Janjikan Bantuan Militer
Di daerah Velyka Oleksandrivka, sebuah desa di wilayah Kherson yang sebagian besar dikuasai oleh Rusia, pasukan Ukraina menghancurkan gudang amunisi dan memusnahkan lebih dari 70 tentara Rusia, kata Staf Umum.
AS telah mengirimkan lebih banyak persenjataan ke Ukraina dan mengatakan bantuan dari sekutu Barat membuat perbedaan dalam perang yang telah berlangsung selama 2 bulan itu.
"Rusia gagal. Ukraina berhasil," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada hari Senin setelah dia dan Austin melakukan kunjungan ke Kyiv untuk bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy.
Diperkirakan 2.000 tentara Ukraina yang bersembunyi di sebuah pabrik baja di Mariupol menahan pasukan Rusia sehingga tidak dapat bergabung dengan serangan di tempat lain di Donbas.
Dalam video pidato malamnya, Zelensky mengatakan Ukraina tetap mempertahankan perlawanannya.
Ukraina akan membuat 'para penjajah' tetap tinggal di wilayahnya sementara Rusia menghabiskan sumber dayanya.
Inggris mengatakan pihaknya yakin 15.000 tentara Rusia telah tewas di Ukraina sejak invasi dimulai.
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengatakan 25 persen dari unit tempur Rusia yang dikirim ke Ukraina telah dianggap tidak efektif dalam pertempuran.
Baca juga artikel lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina
(Tribunnews.com/Maliana/Rica Agustina)