Mali Hentikan Kerjasama dengan Prancis, Undang Wagner Group dari Rusia
Bamako mengklaim drone Prancis telah melanggar wilayah udara Mali untuk memata-matai militernya puluhan kali sejak awal tahun.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, BAMAKO – Pemerintah Mali menarik diri dari perjanjian pertahanan dengan Prancis sejak Senin (2/5/2022).
Alasan mereka, terjadi pelanggaran mencolok kedaulatannya oleh pasukan Prancis yang dikerahkan di Mali.
Pemerintah militer di Bamako telah berulang kali memperingatkan Paris hal itu dapat mengakhiri kerja sama militer antara kedua negara.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Senin itu, pemimpin Mali, Kolonel Abdoulaye Maiga menjelaskan keputusan itu.
“Untuk beberapa waktu sekarang, pemerintah Republik Mali menyesal mencatat penurunan mendalam dalam kerja sama militer dengan Prancis,” katanya.
Baca juga: Presiden Mali Boubacar Keita Akhirnya Mundur Setelah Tentara yang Memberontak Kuasai Bamako
Maiga lalu menunjuk keputusan Prancis mengakhiri operasi gabungan dengan militer Mali Juni lalu, serta pengumuman Macron pada Februari, Paris menarik pasukannya.
Dia melanjutkan mengutip beberapa kasus yang dia gambarkan sebagai pelanggaran kedaulatan Mali oleh pasukan Prancis.
Pada April, Bamako mengklaim drone Prancis telah melanggar wilayah udara Mali untuk memata-matai militernya puluhan kali sejak awal tahun.
Sementara para pejabat di Bamako mengatakan mereka telah memberi tahu Paris tentang keputusan mereka pada Senin sore, belum ada reaksi resmi dari pemerintah Prancis.
Hubungan antara Prancis dan Mali terus memburuk sejak pemerintah militer berkuasa di negara Afrika Barat itu pada Agustus 2020.
Prancis, yang memerintah Mali dari akhir abad ke-19 hingga 1960, menuduh pemerintah baru menciptakan “banyak penghalang” kelanjutan operasi kontra-terorisme bersama di negara itu.
Perjanjian tersebut, yang sekarang secara resmi dibatalkan oleh pemerintah Mali, dimulai pada 2013-2014.
Paris meluncurkan Operasi Serval di Mali pada tahun 2013. Setahun kemudian digantikan oleh Operasi Barkhane yang lebih besar.
Operasi ini bertujuan mengatasi pemberontakan di seluruh wilayah Sahel, yang selain Mali mencakup Chad, Burkina Faso, Niger, dan Mauritania.