Ratusan Pengungsi Ukraina Desak Amerika Buka Pintu Perbatasan Di Tijuana
ratusan pengungsi yang terdiri dari orang tua hingga anak – anak, ramai menyerbu kamp sementara di Tijuana usai pemerintah
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TIJUANA – Dengan membangun tenda – tenda besar, sekitar lima ratus warga Ukraina tampak memadati wilayah perbatasan Tijuana yang berada di Meksiko dengan harapan agar para pengungsi ini bisa mendapatkan suaka atau tempat berlindung di AS.
Dilansir dari The Guardian, ratusan pengungsi yang terdiri dari orang tua hingga anak – anak, ramai menyerbu kamp sementara di Tijuana usai pemerintah Amerika Serikat menyatakan keterbukaannya kepada pengungsi Ukraina dalam siaran resminya pada 21 April lalu.
Baca juga: PM Hungaria Victor Orban Samakan Embargo Minyak Rusia Seperti Serangan Nuklir
Tak lama dari dibukanya program Uniting for Ukraina yang bertujuan untuk memudahkan proses migrasi pengungsi Ukraina ke AS, hampir 100 orang asal Ukraina tiba setiap harinya di Tijuana, yang di berlokasi perbatasan antara AS dan Meksiko.
Namun setelah seminggu program tersebut di laksanakan, pemerintah AS tak kunjung membuka wilayah perbatasan tersebut lantaran adanya aturan pembatasan Covid - 19 yang disebut dengan Title 42, sehingga mengharuskan pemerintah AS menutup sementara gerbang di perbatasan Tijuana.
Kabar ini lantas mengundang kekecewaan bagi para pengungsi, bahkan sejumlah pengungsi Ukraina terancam tak bisa meninggalkan kompleks kamp Mexico City karena di wajibkan untuk memenuhi sejumlah aturan baru.
Baca juga: Beredar Isu Putin akan Menyerahkan Kekuasaannya di Tengah Kabar Kesehatan yang Memburuk
Diantaranya dokumen atas vaksinasi dan persyaratan kesehatan masyarakat, serta pemeriksaan latar belakang, tak hanya itu pengungsi juga di haruskan memiliki sponsor atau kerabat maupun keluarga yang ada di AS untuk menampung mereka.
Bahkan selain aturan dokumen tersebut, pemerintah AS turut mewajibkan pengungsi untuk melakukan perjalanan dari dari Eropa atau negara lain seperti Meksiko terlebih dahulu sebelum memasuki kawasan Amerika.
“Kami ingin pergi ke Amerika karena [kami] sudah di sini, beberapa bahkan tidak punya uang untuk kembali,” ujar Mikaberidze, pengungsi Ukraina yang berada di Tijuana.
Kurangnya informasi terkait informasi tersebut membuat para pengungsi kesal hingga mendesak pemerintah AS untuk segera membuka pintu perbatasan.
Prihatin dengan kondisi para pengungsi yang berada di kamp Mexico City, membuat sejumlah relawan ikut terjun membantu mengurus syarat dokumen yang dibutuhkan pengungsi, salah satunya Anastasiya Polo pendiri United with Ukraine, sebuah organisasi non-pemerintah yang bekerja sama dengan pemerintah Meksiko untuk mendirikan kamp tersebut.
“Kami meminta pemerintah AS untuk memproses lebih cepat,” jelas Polo.
Namun karena banyaknya jumlah pengungsi yang ingin bermigrasi ke AS, membuat pemerintah setempat menunda persetujuan sponsor sehingga membuat proses pendataan dokumen mengalami keterlambatan.