Putin Mengaku Rusia Tak Terancam Jika Finlandia-Swedia Gabung NATO
Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan tidak terancam jika Swedia dan Finlandia bergabung dengan NATO.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
Salah satu sekutu terdekat Putin, mantan Presiden Dmitry Medvedev, bulan lalu mengatakan bahwa Rusia dapat mengerahkan senjata nuklir dan rudal hipersonik di eksklave Rusia, Kaliningrad, jika Finlandia dan Swedia bergabung dengan NATO.
Singgung NATO dan Amerika Serikat
Berbicara di Istana Grand Kremlin, Putin membacakan pidato singkat yang menyinggung NATO dan AS terkait laboratorium biologi di bekas Uni Soviet.
Putin mengatakan, Rusia memiliki bukti bahwa AS telah mencoba membuat komponen senjata biologis di Ukraina.
Klaim ini telah dibantah Washington dan Kyiv.
Selain "kebijakan ekspansi tak berujung" NATO, Putin mengatakan aliansi itu telah jauh melampaui kewenangan Euro-Atlantik, sebuah tren yang menurutnya diikuti Rusia dengan hati-hati.
Moskow menilai NATO mengancam Rusia, dan Washington telah berulang kali mengabaikan kekhawatiran Kremlin tentang keamanan perbatasannya di Barat.
Putin mengatakan "operasi militer khusus" di Ukraina diperlukan karena AS menggunakan Ukraina untuk mengancam Rusia melalui perluasan NATO dan Moskow harus bertahan melawan penganiayaan terhadap orang-orang berbahasa Rusia.
Baca juga: Amerika Ajukan 3 Syarat Negosiasi ke Presiden Rusia Vladimir Putin
Baca juga: Turki Keberatan Swedia dan Finlandia Ingin Gabung Keanggotaan NATO
Pemimpin berusia 69 tahun ini mengatakan bahwa NATO mengkhianati janjinya ketika Uni Soviet runtuh, yakni tidak akan memperluas anggota ke arah timur.
Amerika Serikat dan NATO membantah bahwa jaminan semacam itu diberikan secara eksplisit.
Kyiv dan pendukung Baratnya mengatakan klaim penganiayaan terhadap penutur bahasa Rusia telah dibesar-besarkan oleh Moskow menjadi dalih untuk perang tanpa alasan melawan negara berdaulat.
Barat mengatakan NATO, aliansi 30 negara termasuk bekas republik Pakta Warsawa seperti Polandia dan Hongaria serta kekuatan nuklir seperti Amerika Serikat, Inggris dan Prancis, murni defensif.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)