Pakar: Kim Jong Un Mungkin akan Terima Bantuan China, tapi Tidak dari AS, Korsel, atau COVAX
Pakar membahas soal kemungkinan Kim Jong Un bersedia atau tidak menerima bantuan untuk menghadapi krisis Covid-19.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Pravitri Retno W
Kim Jong Un telah berulang kali menggembar-gemborkan negaranya sebagai negara yang "tak tertembus" terhadap pandemi selama dua tahun terakhir.
Namun, pada hari Sabtu (14/5/2022), dia mengatakan negaranya menghadapi "pergolakan besar" dan bahwa para pejabatnya harus mempelajari bagaimana China, satu-satunya sekutu utama negaranya, dan negara-negara lain telah menangani pandemi.
Nam, sang profesor, mengatakan Kim kemungkinan besar pada akhirnya ingin menerima pengiriman bantuan China, tetapi tidak dari Korea Selatan, Amerika Serikat atau COVAX.
"Mengatasi 'pergolakan besar' dengan bantuan dari imperialis Amerika dan dari Korea Selatan tidak akan ditoleransi karena itu bertentangan dengan martabat pemimpin tertingginya," katanya.
"Dan Korea Utara hanya akan menerima bantuan China jika dilakukan secara informal dan tidak dipublikasikan, karena itu berkaitan dengan masalah kebanggaan nasional," kata analis Seo Yu-Seok di Institut Studi Korea Utara yang berbasis di Seoul.
Seo Yu-Seok mengatakan China kemungkinan akan menyetujui ini karena memandang pengiriman bantuan sebagai cara untuk meningkatkan hubungan dengan mitra saat menghadapi Barat.
Tetapi Cho Han Bum, seorang analis di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional Seoul, mengatakan Korea Utara mungkin mencari dukungan Korea Selatan karena mempertanyakan efektivitas vaksin China.
Dia mengatakan pengiriman Korea Selatan melalui perbatasan darat Korea juga akan lebih cepat.
Para ahli terbagi atas dukungan apa yang paling dibutuhkan Korea Utara.
Beberapa menyerukan pengiriman 60 juta hingga 70 juta dosis vaksin untuk menyuntik orang-orangnya berkali-kali.
Ahli lainnya mengatakan sudah terlambat untuk mengirim jumlah vaksin yang begitu besar, dan bahwa Korea Utara membutuhkan lebih banyak penurun demam, alat tes, masker, dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
"Karena mencegah penyebaran virus ke seluruh populasi negara yang tidak divaksinasi sudah tidak realistis, tujuannya harus menyediakan pasokan vaksin yang terbatas untuk mengurangi kematian di antara kelompok berisiko tinggi, termasuk orang tua dan orang-orang dengan kondisi medis yang ada," kata Jung Jae-hun, seorang profesor kedokteran pencegahan di Universitas Gachon Korea Selatan.
"Memerangi COVID-19 membutuhkan kemampuan nasional yang komprehensif, termasuk kapasitas untuk menguji, merawat, dan menyuntikkan orang dengan vaksin," kata Jung.
"Masalahnya tidak dapat diselesaikan jika dunia luar hanya membantu satu atau dua elemen itu saja."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.