Dubes Rusia untuk AS Sebut Langkah Tidak Bijaksana Barat Sebabkan Krisis Pangan Global
Dubes Rusia untuk AS Anatoly Antonov mengatakan langkah makroekonomi yang tidak bijaksana dari negara-negara barat, merusak ketahanan pangan global.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Duta Besar Rusia untuk Amerika Serikat (AS) Anatoly Antonov mengatakan langkah makroekonomi yang tidak bijaksana dari negara-negara barat, telah merusak ketahanan pangan global.
Antonov menuturkan masalah di daerah tersebut terjadi jauh sebelum dimulainya operasi militer khusus (invasi Rusia) ke Ukraina.
"Ketahanan pangan telah hancur selama beberapa tahun oleh langkah-langkah makroekonomi yang tidak bijaksana dari kolektif Barat, yang dipicu dampak pandemi Covid-19," kata Antonov seperti dikutip dari Reuters dari layanan pers kedutaan di saluran Telegramnya.
"Dengan kata lain, masalah muncul jauh sebelum dimulainya operasi khusus Rusia di Ukraina," imbuhnya.
Baca juga: UPDATE Serangan Rusia ke Ukraina Hari ke-85, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi
Baca juga: Rusia Disebut Habiskan Rp 228 Miliar Per-Jam untuk Perang Ukraina
Dilansir Tass, menurutnya krisis pangan memburuk setelah gelombang sanksi anti-Rusia.
Dia menilai sanksi tersebut tidak sah dan merusak kredibilitas pemerintah Barat.
"Tindakan mereka tidak dapat diprediksi, serta memutus rantai pasokan, dan menganggu aliran keuangan internasional," tegasnya.
Antonov mencatat bahwa pernyataan yang dibuat oleh negara-negara Barat merupakan penipuan.
"Larangan mereka tidak mencakup pasokan makanan dan pupuk merupakan penipuan. Sanksi di bidang keuangan dan transportasi secara langsung mempengaruhi situasi di pasar makanan global," terangnya.
"Rusia tetap berkomitmen untuk kewajibannya pada kontrak internasional mengenai pasokan ekspor produk pertanian, pupuk, energi dan barang penting lainnya," Diplomat itu menekankan.
Baca juga: Sidang Kejahatan Perang Pertama di Ukraina: Tentara Rusia Mengaku Bersalah
Baca juga: POPULER Internasional: Pasukan Ukraina di Mariupol Menyerah | Rusia Kerahkan Rudal Dekat Finlandia
Gutteres soroti masalah krisis pangan
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan sebelumnya pada hari Rabu (18/5/2022) bahwa komunitas global tidak akan dapat sepenuhnya menyelesaikan masalah krisis pangan tanpa pupuk Rusia dan Belarusia, serta tanpa biji-bijian Ukraina.
Produk dan pupuk Rusia harus memiliki akses penuh dan tidak terbatas ke pasar global, katanya.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada 24 Februari bahwa sebagai tanggapan atas permintaan para kepala republik Donbass, dia telah membuat keputusan untuk melakukan operasi militer khusus.
Setelah itu AS dan sekutunya menjatuhkan sanksi terhadap orang dan badan hukum Rusia, serta mempercepat pasokan senjata ke Kiev.
Baca juga: Militer Rusia Gunakan Zadira, Senjata Laser Jenis Baru Penghancur Drone Ukraina
PBB pangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2022
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (18/5/2022) terpaksa memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2022 secara signifikan.
Langkah ini merupakan akibat dari banyaknya krisis, termasuk naiknya harga pangan yang didorong oleh perang Ukraina.
Dilansir Ap News, Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 4 persen menjadi 3,1 persen .
Penurunan prospek pertumbuhan terjadi secara luas, termasuk akan dialami oleh negara-negara dengan ekonomi terbesar dunia seperti AS dan China.
Wilayah Eropa dikatakan akan merasakan dampak yang paling signifikan.
Baca juga: Rusia Invasi Ukraina, Harga Pangan Naik, PBB Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2022
Baca juga: Militer Rusia Gunakan Zadira, Senjata Laser Jenis Baru Penghancur Drone Ukraina
Perang di Ukraina yang masih belum bisa dibendung menjadi salah satu faktor melemahnya ekonomi global hingga akhir tahun nanti.
Perang telah memicu kenaikan harga pangan, sumber energi, dan komoditas utama lainnya.
Menurut perkiraan PBB, inflasi global diproyeksikan meningkat menjadi 6,7 persen pada 2022, dua kali lipat rata-rata periode 2010-2020 yang ada di angka 2,9 persen.
Inflasi sebagian besar terjadi pada harga pangan dan energi.
Berita lain terkait dengan Konflik Rusia Vs Ukraina
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)