Laporan Terbaru Menyebutkan Tidak Menutup Kemungkinan Terjadi Perang Nuklir Rusia Vs NATO di Ukraina
Laporan dari Buletin Ilmuwan Atom mengungkapkan Amerika dan sekutunya tak akan ragu untuk menggunakan bom nuklir di markas Rusia di Ukraina.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Memasuki bulan ketiga perang Rusia dengan Ukraina belum juga memperlihatkan tanda-tanda akan berakhir.
Begitu banyak korban berjatuhan dari kedua pihak.
Penggunaan senjata militer paling canggih dikerahkan dua negara selama perang berlangsung.
Kecuali senjata nuklir, hingga saat ini belum diturunkan dalam perang itu.
Namun demikian sebuah laporan pakar mengungkapkan perang nuklir antara Rusia dengan Amerika Cs (NATO) bisa saja terjadi di Ukraina.
Laporan dari Buletin Ilmuwan Atom mengungkapkan Amerika dan sekutunya tak akan ragu untuk menggunakan bom nuklir di markas Rusia di Ukraina.
Baca juga: Rusia Sebut 1.730 Tentara Ukraina di Pabrik Baja Azovstal Mariupol Menyerah
Hal itu diyakini bakal terjadi jika Presiden Rusia Vladimir Putin mengawali serangan tersebut.
Laporan tersebut mengklaim jika Putin menggunakan nuklir untuk mengubah lintasan invasinya yang goyah ke Ukraina maka sekutu memiliki empat opsi untuk menyerang balik.
Empat opsi itu salah satunya adalah menggunakan senjata nuklir atau senjata yang ada untuk melawan pasukan Rusia di dalam atau di luar Ukraina.
Selain itu, opsi lainnya yakni melakukan serangan militer konvensional terhadap pasukan Rusia dengan terus memasok senjata ke Ukraina atau menekan Ukraina untuk mengakhiri konflik.
Dari keempat opsi tersebut, tak diragukan lagi keputusan NATO menggunakan senjata nulir akan menjadi yang paling mengerikan.
Laporan tersebut mengungkapkan jika Putin menggunakan senjata nuklir di Ukraina maka itu akan berupa sebuah bom taktis yang menargetkan unit-unit militer untuk mengubah situasi operasional di lapangan.
Jika hal itu terjadi, laporan tersebut menegaskan NATO akan merespons dengan cara yang sama.
“Untuk ingin melakukannya dalam skenario ini, AS dan NATO perlu menyerang Rusia di Ukraina, atau sebaliknya secara signifikan mengubah sifat konflik dengan menyerang target di Rusia,” bunyi laporan itu dikutip dari Daily Star seperti dikutip pada Kamis (19/5/2022).