Pakar Ekonomi Rusia Perkirakan Eropa Incar Lebih Banyak Gas dari Afrika
Pada 2021, Rusia memasok sekitar 45 persen gas alam Uni Eropa, memompa sekitar 155 miliar meter kubik (bcm) melalui beberapa pipa.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
Dari negara-negara inilah diharapkan terjadi peningkatan ekspor dalam jangka menengah.
Keputusan investasi telah diambil membangun fasilitas ekspor baru di Nigeria, Mozambik, dan di perbatasan Senegal dan Mauritania.
Secara total, mereka akan menambah hingga 14 MTPA LNG (sekitar 19,3 bcm) pada 2025. Instalasi ketujuh dari kilang LNG Nigeria diharapkan menghasilkan hingga 8 MTPA.
Proyek Great Tortue di perbatasan Mauritania dan Senegal akan memasok 2,5 MTPA, dan Coral South di Mozambik akan menghasilkan 3,4 MTPA.
Keputusan investasi pada proyek-proyek ini dibuat pada 2017-2019, jauh sebelum tahap krisis di Ukraina saat ini.
Tapi energi ini bukan untuk Uni Emirat saja. Nigeria secara tradisional menjual 50 persen LNG-nya ke kawasan Asia-Pasifik.
Sementara proyek di Mozambik juga menargetkan pasar di India, Cina, dan Jepang. Akhirnya, permintaan LNG secara bertahap muncul di Afrika sendiri (Afrika Selatan dll), sehingga sebagian gas mungkin tetap berada di Afrika.
Peran Strategis Afrika
Jika pasokan Rusia dapat ditinggalkan demi produk Afrika yang setara, Uni Eropa akan melakukannya sejak lama.
Tugas ini telah diprioritaskan sejak 2008, ketika Komisaris Energi UE saat itu Andris Piebalgs mengunjungi Nigeria untuk membahas rute Trans-Sahara.
Brussel telah berusaha untuk meningkatkan pasokan, dari sumber ini dengan sekuat tenaga tetapi tanpa hasil.
Hampir tidak mungkin untuk memeras lebih banyak gas dari Afrika. Dengan demikian, penerima manfaat utama dari penolakan UE terhadap produk Rusia adalah AS, di samping Qatar (ExxonMobil).
Lalu Israel, Azerbaijan, dan Iran yang memiliki peluang bagus untuk mendapatkan bagian kue energi global juga.
Pada saat yang sama, Afrika telah dan tetap menjadi sumber energi penting bagi Uni Eropa.