AS Kecewa, China dan Rusia Veto Sanksi Baru Dewan Keamanan PBB untuk Korea Utara
China dan Rusia memveto resolusi Dewan Keamanan PBB untuk memperkuat sanksi terhadap Korea Utara atas serangkaian uji coba rudalnya tahun ini.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - China dan Rusia memveto resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperkuat sanksi terhadap Korea Utara atas serangkaian uji coba rudalnya tahun ini.
Dilansir Al Jazeera, ini merupakan pertama kalinya suara Dewan Keamanan PBB terpecah sejak mulai memberikan sanksi terhadap Korea Utara pada 2006.
Diketahui, sebuah resolusi PBB membutuhkan sembilan suara "ya" dan tanpa adanya veto oleh anggota tetap yakni Rusia, China, Prancis, Inggris, atau Amerika Serikat.
Sebanyak 13 anggota lainnya mendukung resolusi yang dirancang Amerika Serikat (AS) tersebut dan mengusulkan pelarangan ekspor tembakau serta minyak ke Korut.
Usulan lain yakni memasukkan grup Lazarus, hacker yang diduga terkait dengan Korea Utara ke dalam daftar hitam.
Baca juga: Korea Utara Luncurkan Tiga Rudal dalam Waktu Kurang dari Satu Jam setelah Biden Tinggalkan Asia
Baca juga: PBB Puji Indonesia Soal Penanganan Pandemi, KSP: Kita di Jalur yang Tepat
Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi setelah ledakan uji coba nuklir pertama Korea Utara pada 2006.
Selama 16 tahun terakhir, Dewan Keamanan PBB selalu memiliki suara yang bulat untuk meningkatkan sanksi terhadap Korea Utara.
Sanksi yang diberikan bertujuan untuk memotong dana bagi program senjata nuklir dan rudal balistik negara tertutup tersebut.
Tahun ini, Korea Utara telah melakukan total 23 kali peluncuran rudal, tiga diantaranya dalam waktu kurang dari satu jam pada Rabu pagi.
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield menggambarkan pemungutan suara itu sebagai hari yang mengecewakan.
“Dunia menghadapi bahaya yang nyata dan sekarang dari DPRK (Korea Utara),” katanya kepada dewan, menggunakan nama resmi negara itu, Republik Rakyat Demokratik Korea.
“Pengekangan dan keheningan dewan tidak menghilangkan atau bahkan mengurangi ancaman. Jika ada, DPRK telah berani.”
Menurut Washington, kata Linda, Korea Utara telah melakukan enam peluncuran ICBM tahun ini dan secara aktif bersiap untuk melakukan uji coba nuklir.
Utusan Inggris, Prancis, dan Korea Selatan menyuarakan ketakutan yang sama.
Pyongyang terakhir melakukan uji coba nuklir pada 2017.
“Menggunakan hak veto melindungi rezim Korea Utara dan memberikan kekuasaan penuh untuk meluncurkan lebih banyak senjata,” kata Duta Besar Prancis, Nicolas de Riviere.
Alasan Kemanusiaan
Setelah memveto sanksi lanjutan ini, China dan Rusia mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa AS perlu meningkatkan dialog dengan Korea Utara daripada menjatuhkan lebih banyak sanksi.
Kedua negara ini mendorong agar sanksi dilonggarkan dengan alasan kemanusiaan.
“Pengenalan sanksi baru terhadap DPRK (Korea Utara) adalah jalan menuju jalan buntu,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia kepada dewan.
“Kami telah menekankan ketidakefektifan dan ketidakmanusiawian untuk lebih memperkuat tekanan sanksi terhadap Pyongyang," imbuhnya.
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengatakan sanksi tambahan terhadap Korea Utara hanya akan menyebabkan lebih banyak "efek negatif dan eskalasi konfrontasi".
Baca juga: Kim Jong Un dan Warga Korea Utara Hadiri Pemakaman di Tengah Kasus Dugaan Corona yang Capai 2,8 Juta
Baca juga: Senator AS Nilai Barat Perlu Bersiap untuk Serangan Nuklir karena Putin Kerap Bertindak Tak Logis
Pembicaraan denuklirisasi telah terhenti sejak 2019, ketika pertemuan puncak di Vietnam antara Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump berakhir tanpa kesepakatan.
Pemerintahan Presiden Joe Biden telah berulang kali mengatakan bahwa pihaknya bersedia berbicara dengan Korea Utara tanpa prasyarat tetapi tidak akan membuat "tawar-menawar besar".
Di sisi lain, Pyongyang menunjukkan sedikit minat dalam pembicaraan tersebut.
Majelis Umum PBB akan membahas Korea Utara dalam dua minggu ke depan, di bawah aturan baru yang mewajibkan badan yang beranggotakan 193 orang itu untuk bertemu setiap kali veto diberikan di Dewan Keamanan oleh salah satu dari lima anggota tetap – Rusia, Cina, Amerika Serikat, Prancis dan Inggris.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.