Tentara Ukraina Kesulitan Operasikan Senjata Canggih Bantuan Amerika dan Sekutunya
Tentara Ukraina kesulitan mengoperasikan sistem persenjataan canggih yang diberikan Barat (Amerika dan sekutunya).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA - Tentara Ukraina kesulitan mengoperasikan sistem persenjataan canggih yang diberikan Barat (Amerika dan sekutunya).
Militer Ukraina membutuhkan waktu persiapan yang lebih lama agar bisa menggunakan persenjataan itu.
Padahal perang dengan Rusia terus berlangsung.
Sersan Junior Dmytro Pysanka mengaku tidak ada tentara Ukraina yang mampu menggunakan penentu jangkauan berteknologi tinggi (JIM LR) yang dipasok AS lebih dari sebulan lalu.
Menurut Pysanka, para tentara Ukraina butuh waktu lama untuk membiasakan diri dengan senjata-senjata canggih tersebut.
"Mereka seperti diberi iPhone 13 dan hanya bisa menggunakannya untuk menelepon," kata Pysanka menggambarkan kemampuan pasukannya.
Baca juga: Kemhan Ukraina Klaim Rusia Kehilangan Peralatan Militer Senilai Lebih dari 10 Miliar Dolar AS
Dilansir dari New York Times, para tentara Ukraina saat ini terbiasa menggunakan meriam anti-tank tua yang dibuat pada tahun 1985.
Melatih tentara dengan teknologi baru kini menjadi tantangan yang berat di masa perang.
Alat JIM LR bisa melihat target di malam hari dan mengirimkan jarak, arah kompas, dan koordinat GPS mereka.
Rotasi tentara yang sering terjadi membuat pengoperasian alat tersebut menjadi tidak maksimal.
Pysanka pun mengungkapkan ada kendala bahasa dalam memahami panduan penggunaan peralatan militer yang dikirim sekutu mereka.
"Saya telah mencoba mempelajari cara menggunakannya dengan membaca manual dalam bahasa Inggris dan menggunakan Google Translate untuk memahaminya," ungkap Pysanka.
Kondisi tersebut melahirkan kebingungan di tengah tingginya permintaan Pemerintah Ukraina akan senjata canggih dari Barat.
Belakangan Ukraina rutin meminta rudal anti-tank baru, howitzer, dan roket berpemandu satelit yang dipercaya dapat membuat mereka memenangkan perang.
Sayangnya, kebutuhan tinggi tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan tentara Ukraina dalam mengoperasikannya. Tanpa pelatihan yang tepat, masalah operasional bisa meluas pada skala yang jauh lebih besar.
Menurut Direktur Studi Rusia di lembaga penelitian CNA Michael Kofman, menyediakan senjata tanpa pelatihan yang memadai berisiko melahirkan kegagalan.
Hal ini pernah terjadi pada Afghanistan.
Afghanistan sempat menerima peralatan militer canggih dari AS namun gagal memanfaatkannya dengan baik, karena kurangnya pemahaman tentang cara perawatan.
"Ukraina sangat ingin menggunakan peralatan Barat, tetapi itu membutuhkan pelatihan untuk memeliharanya," kata Kofman.
Berton-ton senjata Barat telah mendarat di Ukraina sejak invasi Rusia dimulai 24 Februari lalu. Janji-janji pengiriman senjata baru juga terus muncul dari para pendukung seperti AS dan Inggris dalam sepekan terakhir.
Sumber: New York Times/Kontan.co.id