Kuburan 7 Mayat Warga Sipil Digali, Ukraina Tuduh Korban Kejahatan Perang Tentara Rusia
Salah satu mayat yang digali adalah seorang pria berusia sekitar 40 tahun dengan pakaian biasa, kata Nyebytov di lokasi kuburan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Penyidik Ukraina menggali tujuh mayat dari kuburan darurat di hutan dekat Kota Kyiv pada hari Senin dan polisi mengatakan mereka adalah warga sipil yang telah dibunuh oleh pasukan Rusia selama pendudukan mereka di daerah tersebut.
Mayat-mayat itu ditemukan di luar desa Vorzel, kurang dari 10 kilometer dari kota Bucha, di mana Kyiv menuduh bahwa pasukan Rusia yang menduduki daerah itu melakukan eksekusi sistematis dalam upaya yang gagal untuk merebut ibu kota. Namun pernyataan tersebut dibantah oleh Rusia.
"Ini adalah kejahatan sadis lain dari tentara Rusia di wilayah Kyiv," kata kepala polisi wilayah Kyiv, Andriy Nyebytov, di Facebook.
Baca juga: Pameran Kyiv Menampilkan Beragam Perlengkapan Perang Rusia di Ukraina
Salah satu mayat yang digali adalah seorang pria berusia sekitar 40 tahun dengan pakaian biasa, kata Nyebytov kepada Reuters di lokasi kuburan.
"Dia mengalami dua luka. Dia ditembak di lutut dengan pistol. Tembakan kedua di pelipisnya," katanya.
Kementerian pertahanan Rusia tidak segera membalas email permintaan komentar.
Penyelidik mengatakan perlu waktu untuk mengidentifikasi mayat dengan jelas karena mereka telah membusuk.
Ukraina mengatakan kuburan massal ditemukan pada bulan April berisi lebih dari 400 mayat.
Baca juga: Tutup karena Konflik Rusia-Ukraina, Yunani Buka Kembali Kedutaan Besarnya di Kyiv
Para pejabat Rusia telah menolak kuburan massal di Bucha sebagai "rekayasa" yang dilakukan oleh pihak berwenang Ukraina setelah pasukan Rusia meninggalkan kota itu pada akhir Maret.
Rusia mengatakan tidak menargetkan warga sipil dalam apa yang disebutnya "operasi militer khusus".
Tentara Rusia Akui Bunuh Warga Sipil
Sementara seorang tentara Rusia mengaku telah membunuh seorang warga sipil.
Melalui sidang di Kyiv, seorang tentara Rusia berusia 21 tahun meminta seorang janda Ukraina untuk memaafkannya atas pembunuhan suaminya.
Persidangan tersebut merupakan sidang kedua yang digelar pada Kamis (19/5/2022) dalam pengadilan kejahatan perang pertama akibat invasi Rusia di Ukraina. pada 24 Februari.
Tentara Rusia bernama Vadim Shishimarin tersebut mengaku bersalah karena membunuh seorang warga sipil tak bersenjata berusia 62 tahun di Desa Chupakhivka pada 28 Februari.
“Saya mengakui kesalahan saya saya meminta Anda untuk memaafkan saya,” katanya kepada janda bernama Kateryna Shalipova, sebagaimana dilansir Reuters.
Baca juga: Kyiv Robohkan Monumen Era Soviet yang Jadi Lambang Persahabatan Rusia-Ukraina
Di sisi lain, Kremlin mengatakan pihaknya tidak memiliki informasi tentang persidangan tersebut. Selain itu, tidak adanya misi diplomatik di Ukraina membatasi kemampuan Rusia untuk memberikan bantuan hukum.
Janda itu mengatakan kepada pengadilan bahwa dia telah mendengar tembakan dari jarak jauh dan dia memanggil suaminya pada hari ketika suaminya dibunuh.
“Saya lari ke suami saya, dia sudah mati. Ditembak di kepala. Saya teriak, saya teriak sekencang-kencangnya,” kata Shalipova.
Shalipova mengatakan kepada pengadilan bahwa dia tidak akan keberatan jika Shishimarin dibebaskan ke Rusia sebagai bagian dari pertukaran tahanan untuk membebaskan para pejuang Ukraina dari Mariupol.
Shalipova menambahkan, kala itu suaminya tidak bersenjata dan mengenakan pakaian sipil.
Mereka memiliki seorang putra berusia 27 tahun dan dua cucu. Ukraina menuduh Rusia melakukan kekejaman dan kebrutalan terhadap warga sipil selama invasi.
Baca juga: UPDATE Perang Rusia-Ukraina Hari ke-60: AS akhirnya Kunjungi Kyiv hingga Dua Jenderal Rusia Tewas
Kyiv mengaku telah mengidentifikasi lebih dari 10.000 kemungkinan kejahatan perang. Sementara itu, Rusia membantah menargetkan warga sipil atau terlibat dalam kejahatan perang.
Shishimarin dituduh melepaskan beberapa tembakan dengan senapan serbu ke kepala seorang warga sipil dari sebuah mobil setelah diperintahkan untuk melakukannya.
Ditanya apakah dia diwajibkan untuk mengikuti perintah yang merupakan kejahatan perang, Shishimarin menjawab, “Tidak.” “Saya dari Irkutsk Oblast (sebuah wilayah di Siberia), saya memiliki dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuan. Saya yang tertua,” kata Shishimarin.
Shishimarin bisa menghadapi hukuman penjara seumur hidup jika terbukti bersalah.