Ribuan Orang Mulai Bermigrasi, Sri Lanka Terancam Mengalami Darurat Kemanusiaan
gejolak politik dan ekonomi yang berkepanjangan telah mendorong ribuan warga Sri Lanka untuk melakukan bermigrasi massal
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO – Depresiasi mata uang, inflasi hingga lebih dari 33 persen, serta gejolak politik dan ekonomi yang berkepanjangan telah mendorong ribuan warga Sri Lanka untuk melakukan bermigrasi massal.
Krisis ekonomi yang tengah terjadi di Sri Lanka telah memaksa warga negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu untuk melakukan migrasi demi mencari penghasilan yang layak.
Bahkan selama beberapa minggu terakhir, Departemen Imigrasi dan Emigrasi Sri Lanka terus dipadati masyarakat yang ingin mendapatkan paspor.
Baca juga: Masyarakat Kelas Menengah Sri Lanka Paling Terkena Dampak Kebangkrutan Negaranya
Seperti R M R Lenora, Wanita 33 tahun asal Sri Lanka ini mengaku nekat menempuh perjalanan sejauh 170 km dan rela menghabiskan dua hari hanya untuk mengurus berkas demi mendapatkan paspor, dengan harapan agar ia dapat segera meninggalkan negaranya yang tengah mengalami krisis.
Sebelum memutuskan untuk bermigrasi dan melamar pekerjaan sebagai pembantu di Kuwait, Lenora sebelumnya bekerja sebagai buruh garmen sementara suaminya mencari nafkah sebagai seorang juru masak di sebuah restoran kecil di kota Nuwara Eliya, tepatnya di perbukitan tengah Sri Lanka.
Namun setelah pemerintah Sri Lanka mengumumkan telah kehabisan cadangan uang untuk memenuhi kebutuhan impor minya, pangan dan obat-obatan, Lenora dan suaminya lantas diberhentikan.
Kondisi inilah yang membulatkan tekad Lenora untuk bermigrasi.
“Suami saya kehilangan pekerjaan karena tidak ada gas untuk memasak dan biaya makan yang melambung tinggi. Sangat sulit untuk mencari pekerjaan dan gajinya sangat rendah,” kata Lenora.
Baca juga: Tak Mampu Hadapi Krisis, Perdana Menteri Sri Lanka Sebut Ekonomi di Negaranya Telah Runtuh
Dilansir dari Aljazeera, hingga kini dalam setiap hari setidaknya sebanyak 3.000 orang rela mengantri demi menyerahkan formulir Departemen Imigrasi dan Emigrasi Sri Lanka.
Hal ini terjadi lantaran sistem aplikasi online yang telah disediakan pemerintah mengalami kendala selama berbulan-bulan, hingga para pelamar diharuskan mengurus berkas secara manual.
“Sangat sulit berurusan dengan masyarakat karena mereka frustrasi dan tidak mengerti bahwa sistem tidak dilengkapi untuk menangani permintaan semacam ini," kata Chandralal, pengawas otorisasi aplikasi Sri Lanka.
Lonjakan gelombang migrasi di Sri Lanka bahkan telah membuat pemerintah pusat harus mengeluarkan 288.645 paspor dalam kurun waktu lima bulan pertama tahun ini, angka ini melonjak drastis dari tahun lalu dimana pada saat itu Sri Lanka hanya menerbitkan 91.331 paspor.
Baca juga: Ekonom: Kebangkrutan Sri Lanka Tidak Berdampak ke Indonesia
Meski pemerintah Sri Lanka mendukung penuh program migrasi ini dengan tujuan agar para warga negaranya yang bekerja di luar negeri dapat menjadi ladang devisa negara, namun aksi migrasi masal ini telah memicu kekhawatiran pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan adanya darurat kemanusiaan besar-besaran.