Sri Lanka Bangkrut, Perdana Menteri Sebut Negara Tak Mampu Impor Minyak
Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe mengatakan bahwa perekonomian runtuh serta tidak mampu mengimpor minyak karena hutang yang besar.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe menyatakan bahwa perekonomian negara "benar-benar runtuh".
Bahkan menurutnya, negara sudah tidak mampu membayar impor minyak.
Sri Lanka yang sarat utang, telah dilanda krisis ekonomi selama berbulan-bulan.
Situasi ini mengakibatkan kekurangan pangan, bahan bakar, hingga listrik.
Bicara di hadapan parlemen, PM Wickremesinghe mengatakan Sri Lanka menghadapi "situasi yang jauh lebih serius" daripada kekurangannya saja, dan dia memperingatkan "kemungkinan jatuh ke titik terendah."
Baca juga: Ekonom: Kebangkrutan Sri Lanka Tidak Berdampak ke Indonesia
Baca juga: Pemerintah Sri Lanka Izinkan Perempuan Usia 21 Tahun Bekerja di Luar Negeri
"Ekonomi kita benar-benar ambruk," katanya, Rabu (22/6/2022).
Dilansir Sky News, Wickremesinghe mengatakan bahwa BUMN di bidang migas Ceylon Petroleum Corporation memiliki utang $700 juta.
Alhasil, negara tidak bisa mengimpor bahan bakar karena hutang besar tersebut.
"Akibatnya, tidak ada negara atau organisasi di dunia yang bersedia menyediakan bahan bakar kepada kita."
"Mereka bahkan enggan menyediakan bahan bakar untuk uang tunai," kata perdana menteri.
Negara di Asia Selatan ini telah berjuang di bawah beban utang, ditambah efek pandemi Covid-19 yang mempengaruhi pendapatan pariwisata hingga meningkatnya biaya komoditas.
Pada bulan April, Sri Lanka menangguhkan pembayaran setara dengan $12 triliun dalam utang luar negeri.
"Jika langkah-langkah setidaknya telah diambil untuk memperlambat keruntuhan ekonomi di awal, kita tidak akan menghadapi situasi sulit hari ini," kata PM Wickremesinghe, menilai upaya untuk membalikkan situasi telah gagal.
"Tapi kami kehilangan kesempatan ini."