Rusia Mendadak Tarik Pasukannya dari Pulau Ular Jelang Pertemuan Jokowi dengan Vladimir Putin
Kementerian Pertahanan Rusia mendadak menarik pasukannya dari Pulau Ular di Laut Hitam per hari ini, Kamis (30/6/2022).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, RUSIA - Kabar gembira datang dari Rusia.
Kementerian Pertahanan Rusia mendadak menarik pasukannya dari Pulau Ular di Laut Hitam per hari ini, Kamis (30/6/2022).
Pulau Ular memiliki status vital dalam perang antara Rusia dengan Ukraina.
Pulau tersebut merupakan medan pertempuran yang strategis untuk mengendalikan Laut Hitam bagian barat termasuk lalu lintas pengiriman produk ekspor Ukraina ke negara lain.
"Jika pasukan Rusia berhasil menduduki Pulau Ular dan mengatur sistem pertahanan udara jarak jauh mereka, mereka akan mengendalikan laut, darat, dan udara di bagian barat laut Laut Hitam dan di selatan Ukraina," kata pakar militer Ukraina Oleh Zhdanov kepada BBC pekan lalu.
Penarikan pasukan itu terjadi menjelang pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden Vladimir Putin di Moskow sore ini waktu setempat.
Dan terjadi sesaat setelah Jokowi bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Kyiev.
Baca juga: Tiba di Moskow, Presiden Jokowi Singgah di Hotel Sebelum Bertemu Vladimir Putin
Hasil Pertemuan dengan Zelensky?
Kemarin, Presiden Jokowi bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Kyiev.
Zelensky menyampaikan kepada Presiden Jokowi bahwa gandum Ukraina harus bisa diekspor ke Indonesia.
"Rusia memeras dunia dengan kelaparan. Mereka memblokir pasokan makanan dari Ukraina yang memainkan peran stabilisasi pasar dunia," kata Zelensky via laman resmi kepresidenen, Rabu (29/6/2022).
"Puluhan juta ton gandum dari Ukraina harus menjangkau konsumen, khususnya masyarakat Indonesia," tegasnya.
Seperti diketahui, lawatan Jokowi ke Ukraina mengangkat misi perdamaian atas perang Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung sejak Februari 2022.
Ucapan Zelensky jadi tantangan tersendiri bagi Jokowi untuk memengaruhi Putin agar menghentikan invasinya dan menyudahi krisis pangan.
Sepanjang perang berlangsung, Rusia telah memblokade beberapa pelabuhan utama di Laut Hitam, terutama kota Odessa yang selama ini dikenal sebagai jalur ekspor Ukraina.
Akibat blokade itu, jutaan ton gandum tertahan berakibat pada krisis pangan di berbagai belahan dunia.
Alasan Rusia Tinggalkan Pulau Ular
Pulau Ular merupakan salah satu wilayah yang dikuasai militer Rusia di awal penyerangan Ukraina.
Departemen Pertahanan Rusia menyebutkan alasan meninggalkan pulau yang juga bernama Pulau Zmiinyi itu.
Rusia mengungkapkan penarikan mundur pasukannya dari pulau tersebut sebagai bentuk kemanusiaan dan bukan karena serangan Ukraina.
“Sebuah isyarat niat baik, pasukan Rusia telah menyelesaikan tugas di Pulau Ular dan menarik garnisun yang ditempatkan di sana,” begitu bunyi pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia.
Kementerian itu juga mengatakan bahwa mundurnya tentara Rusia menunjukkan kepada komunitas global bahwa Rusia tak menghalangi usaha PBB untuk mengorganisir koridor kemanusiaan untuk mengirim produk-produk ertanian keluar dari Ukraina.
Juru Bicara Militer Rusia Igor Konashenkov mengatakan dengan begitu maka Ukraina tak bisa lagi mengeklaim ketidakmampuan mengekspor gandum karena kontrol Rusia di Laut Hitam.
“Kini tergantung Ukraina yang masih belum membersihkan garis pantai Laut Hitam, termasuk perairan pelabuhan," katanya.
Kata Militer Ukraina
Sementara itu Kepala Kantor Kepresidenan Ukraina, Andriy Yermak, juga mengakui pasukan Rusia telah meninggalkan Pulau Ular.
Yermak menegaskan mundurnya tentara Rusia dari Pulau Ular berkat ketangguhan pasukan Ukraina.
“Kaboom! Tak ada tentara Rusia di Pulau Ular lagi. Angkatan bersenjata melakukan pekerjaan yang bagus,” tulis Yermak di Twitter dikutip dari Mirror.
Mengapa gandum Ukraina penting?
Statistik UN Comtrade pada 2021 menunjukkan Indonesia berstatus importir gandum terbesar kedua dari Ukraina dengan angka 2,81 juta ton.
Jumlah itu mewakili 14,49 persen total gandum yang diekspor oleh negara pimpinan Zelensky.
Dari segi kuantitas, Indonesia hanya kalah dengan Mesir, importir gandum Ukraina terbesar dengan angka 3,4 juta ton sepanjang 2021.
Di sisi lain, Badan Pangan dunia (FAO) juga menyebut kondisi perang telah menyulitkan petani Ukraina memanen gandumnya.
Padahal, FAO memperkirakan Ukraina sebagai penghasil gandum terbesar keenam di dunia dan memiliki andil dalam 10 persen suplai pasokan gandum global.
Negara berkembang dan berpendapatan kecil diprediksi jadi pihak paling terdampak atas krisis pangan jika konflik Rusia-Ukraina tak segera diakhiri.