Inflasi Sri Lanka Tembus Rekor Baru, Lampaui 50 Persen
Laju inflasi Sri Lanka semakin menggila dan membukukan rekor baru dengan kenaikan mencapai 54,6 persen di Juni 2022.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Inflasi Sri Lanka kembali mencatatkan rekor baru kesembilan kalinya secara berturut-turut pada Juni dengan kenaikan mencapai 54,6 persen.
Menurut Kementerian Sensus dan Statistik Sri Lanka, laju inflasi ini merupakan pertama kalinya sejak kenaikan Indeks Harga Konsumen Kolombo (CCPI) melewati batas 50 persen.
Perhitungan laju inflasi dari departemen sensus dan statistik Sri Lanka muncul beberapa jam setelah Dana Moneter Internasional (IMF) mendesak negara itu untuk menahan inflasi yang meningkat dan mengatasi korupsi sebagai bagian dari upaya menyelamatkan ekonomi yang bermasalah, yang telah dirusak oleh krisis valuta asing.
Dikutip dari Channel News Asia, Minggu (3/7/2022) IMF mengakhiri 10 hari diskusi langsung dengan otoritas Sri Lanka di Kolombo pada Kamis (30/6) menyusul permintaan negara itu untuk kemungkinan bailout.
CCPI telah menetapkan tingkat inflasi tertinggi bulanan baru sejak Oktober, ketika inflasi tahun ke tahun hanya mencapai 7,6 persen. Namun, pada Mei telah naik mencapai 39,1 persen.
Sementara itu, Rupee telah kehilangan lebih dari setengah nilainya terhadap dolar AS tahun ini.
Baca juga: Inflasi di Colombo Capai 55 Persen pada Juni 2022, Rakyat Sri Lanka Makin Miskin dari Hari ke Hari
Menurut seorang ekonom di Universitas Johns Hopkins, Steve Hanke, yang melacak kenaikan harga di titik-titik masalah dunia, inflasi Sri Lanka saat ini adalah 128 persen, tertinggi kedua setelah Zimbabwe 365 persen.
Baca juga: BBM Langka, Anak-anak di Sri Lanka Sulit ke Sekolah
Dihadapkan dengan krisis energi yang akut, Sri Lanka telah menutup lembaga-lembaga negara yang tidak penting selama dua minggu, bersama dengan penutupan sekolah untuk mengurangi perjalanan.
Baca juga: Inflasi di Sri Lanka Juni 2022 Capai 54,6 Persen, Rekor Tertinggi dalam Sejarah
Sekitar 22 juta orang di negara itu telah mengalami kekurangan kebutuhan pokok yang akut, termasuk makanan, bahan bakar dan obat-obatan selama berbulan-bulan.