Diduga Kekurangan Pasukan, Rusia Dilaporkan Rekrut Napi Jadi Relawan Perang di Ukraina
Perusahaan dan penjara di Rusia dilaporkan merekrut relawan untuk berperang di Ukraina, diduga karena kekurangan pasukan.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
Sebanyak 40 orang di antaranya akhirnya mendaftar, lapor iStories.
Saat kerabat tahanan itu menghubungi sipir untuk menanyakan soal perekrutan relawan perang, sipir saat itu mengaku baru mendengar hal tersebut.
Upaya perekrutan serupa juga dilaporkan terjadi di dua galangan kapal yang dikelola oleh United Shipbuilding Corporation milik negara dan perusahaan pertambangan Metalloinvest milik miliarder Alisher Usmanov, menurut sumber The Moscow Times.
Usmanov dan United Shipbuilding Corporation saat ini berada di bawah sanksi AS, Inggris, dan Uni Eropa atas keterlibatan mereka dalam konflik Ukraina.
Pengawas di Angkatan Laut dan galangan kapal Baltik di St. Petersburg dilaporkan menawarkan kontrak pekerja dengan Kementerian Pertahanan Rusia dengan gaji bulanan sebesar 300.000 rubel ($5.300) atau sekitar Rp70 jutaan.
"Sepertinya mereka hanya memilih mereka yang tinggal di St. Petersburg (untuk menghadiri acara rekrutmen)," kata seorang pekerja Admiralty Shipyards, galangan kapal terbesar di Rusia yang berada di St. Petersburg.
Dia dilaporkan menerima panggilan untuk menghadiri pendaftaran militer pada awal Juni.
Baca juga: Puluhan Ribu Warga Mariupol Terpaksa Minum Air Hujan sejak Kota Pelabuhan Ini Diduduki Rusia
Karyawan galangan kapal kemudian diinterogasi di kantor pendaftaran.
Ia mengatakan perekrut bertanya soal persetujuan bertugas di bawah kontak militer, namun tidak ada rekannya yang menyetujui persyaratan itu.
Di pertambangan dan pemrosesan Lebedinsky Metalloinvest di kota perbatasan Belgorod, seorang pekerja mengatakan kepada The Moscow Times bahwa upaya perekrutan telah berlangsung selama beberapa bulan.
Metalloinvest membantah bahwa pekerjaan pertambangannya telah menawarkan penambang untuk mendaftar untuk dinas militer.
Sementara itu, United Shipbuilding Corporation tidak menanggapi permintaan komentar.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)