Senjata Kiriman Amerika Cs ke Ukraina Nyasar ke Timur Tengah, Menhan Rusia: Dijual di Pasar Gelap
Menteri Pertahanan Sergei Shoigu mengatakan sebagian senjata yang dikirim Barat ke Ukraina terlihat di Timur Tengah dan berakhir di pasar gelap.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Puluhan ribu ton kargo militer berisi persenjataan 'bantuan' dari Barat (Amerika Cs) ke Ukraina diperjualkanbelikan mafia perdagangan senjata dan berakhir di pasar gelap.
Menteri Pertahanan Sergei Shoigu mengatakan sebagian senjata yang dikirim Barat ke Ukraina terlihat di Timur Tengah dan berakhir di pasar gelap.
Dikutip dari AFP, Rabu (6/7/2022) , pernyataan Sergei Shoigu disiarkan televisi Rusia.
Sergei Shoigu mengatakan sejauh ini Ukraina baru menerima lebih dari 28.000 ton kargo militer sejauh ini.
Dia berbicara berdasarkan data intelijen bahwa senjata kiriman Barat itu malah muncul di Timur Tengah.
Baca juga: Swiss Beri Tanggapan Dingin atas Seruan Ukraina untuk Sita Aset Rusia
Shoigu tidak memberikan rincian apapun untuk mendukung klaimnya.
"Dengan harapan memperpanjang konflik di Ukraina, Barat secara kolektif melanjutkan pasokan senjata skala besar ke rezim Kiev," kata Shoigu.
"Menurut informasi yang kami miliki, beberapa senjata asing yang dipasok oleh Barat ke Ukraina tersebar di kawasan Timur Tengah dan juga berakhir di pasar gelap," kata Shoigu.
Rusia Kehabisan Senjata
Sejak melakukan invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022, Rusia untuk pertama kalinya mengakui mereka kehabisan senjata.
Istana Kepresidenan Rusia (Kremlin) diketahui membuat rancangan undang-undang (RUU) federal yang memungkinkan Rusia memperbaiki senjata dan peralatan secara cepat.
Pada Kamis (30/6/2022) malam, RUU itu diajukan ke Duma Negara mengenai "langkah-langkah ekonomi khusus" untuk "kontrateroris dan operasi lain" di luar Rusia.
Sebuah catatan dilampirkan pada RUU, yang mengatakan ada "peningkatan kebutuhan jangka pendek untuk perbaikan senjata dan peralatan militer", terutama di tengah perang Rusia melawan Ukraina, sebagaimana dikutip dari Newsweek.
RUU itu mengusulkan "pelaksanaan aset material dari cadangan negara" dan "pengaktifan sementara kapasitas dan fasilitas mobilisasi", serta kerja lembur di "organisasi individu."
Baca juga: Rusia Ancam Pangkas Pasokan Bahan Bakar ke Jepang, Saham Mitsui dan Mitsubishi Langsung Anjlok