Tak Becus Urus Ekonomi yang Morat-marit, Presiden Srilanka Diminta Mundur oleh Uskup Agung
Presiden Gotabaya Rajapaksa dituntut mundur dari pemerintahan karena dinilai tak mampu membenahi perekonomian Sri Lanka yang kini morat-marit.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO - Uskup Agung Sri Lanka Kardinal Malclom Ranjith menyerukan Presiden Gotabaya Rajapaksa mundur dari pemerintahan karena dinilai tak mampu membenahi perekonomian Sri Lanka yang kini morat-marit.
Dikutip dari Dailymirror.lk, Rabu (6/7/2022), Uskup Agung Sri Lanka juga meminta dibentuknya pemerintahan interim multipartai baru untuk menyelesaikan krisis di Sri Lanka dan demi membawa perubahan sistem secara total.
Tidak hanya itu, dirinya turut mengusulkan untuk mengadakan pemilihan umum setelah tercapainya stabilitas.
"Atas nama orang-orang yang menderita, apa yang saya minta dengan sungguh-sungguh dari Presiden dan pemerintah Sri Lanka adalah menerima tanggung jawab mereka terkait situasi yang menyedihkan dan mundur dari posisi mereka," ujar Uskup Agung.
"Mereka tidak memiliki hak moral untuk melanjutkan jabatan lagi dalam kondisi ini dan menyerahkan kekuasaan tanpa menyebabkan penderitaan lebih lanjut bagi masyarakat," kata Uskup Agung.
Jika itu terjadi, kata dia, rakyat bisa membentuk pemerintahan interim multipartai untuk melakukan perubahan sistem total dan struktural yang diinginkan, dengan cara yang kredibel dan transparan bagi semua.
Baca juga: PM Sri Lanka Dikabarkan Buat Pernyataan khusus Soal Hasil Diskusi dengan IMF
"Pemerintah jangka pendek seperti itu diharapkan segera menyelesaikan masalah yang dihadapi rakyat dengan bimbingan dan arahan tim ahli yang profesional," tegasnya.
"Setelah situasi negara ini membaik, perlu dilakukan pemilihan umum sesegera mungkin," lanjut Uskup Agung.
Baca juga: Presiden Menghilang, Sementara Aksi Protes Tuntut PM Sri Lanka Mundur dari Jabatan
Dia juga meminta para tokoh oposisi untuk membantu menyelamatkan negara itu dari kebangkrutan.
"Saya juga meminta semua pemimpin politik di oposisi untuk maju untuk membebaskan bangsa dan rakyat dari situasi ini," papar Uskup Agung.
Baca juga: Krisis Bahan Bakar Makin Parah di Sri Lanka, Minggu Ini Sekolah Kembali Libur
Uskup Agung juga menegaskan hambatan terbesar bagi pembebasan Sri Lanka adalah kelanjutan Rajapaksa yang masih berambisi untuk tetap berkuasa, meskipun mayoritas orang kini sudah tidak mempercayai mereka dengan cara apapun.
Presiden Rajapaksa Menghilang
Presiden Rajapaksa sendiri dikabarkan menghilang setelah muncul gelombang protes diadakan di depan kediaman Fifth Lane milik Perdana Menteri (PM) Sri Lanka Ranil Wickremesinghe pada Senin malam kemarin.
Massa menuntutnya untuk segera mengundurkan diri dari jabatan, jika tidak dapat menyelesaikan krisis yang melanda negara itu.
Mereka berkumpul di depan kediaman Wickremesinghe sekitar pukul 19.30 dan melakukan aksi unjuk rasa, membentangkan spanduk selama nyaris 2 jam.
Keamanan khusus pun telah diatur oleh polisi divisi anti huru-hara menggunakan penghalang jalan untuk mencegah massa maju menuju kediaman pribadi Wickremesinghe itu.
Sebelumnya, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa juga beberapa hari ini tidak terlihat saat negara itu sedang menghadapi krisis terburuk dalam sejarahnya.
Pernyataan tersebut disampaikan anggota parlemen Sri Lanka, Wimal Weerawansa pada Senin waktu setempat.
Dia mendesak pemerintah untuk setidaknya membentuk pemerintahan dari semua partai dan merumuskan program demi memenangkan kepercayaan secara lokal maupun internasional.
Weerawansa mengatakan kepada parlemen bahwa negara itu kini berada di bawah jam malam yang diberlakukan sendiri karena krisis bahan bakar.
Bahkan hingga kini pun tidak ada solusi yang terlihat untuk masalah yang semakin parah ini.
"Orang-orang berdiam dalam antrean panjang bermil-mil di dekat gudang IOC Lanka. Baik Perdana Menteri maupun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak terlihat di DPR dalam situasi negara yang penuh bencana ini," kata Weerawansa.
Dirinya kemudian menekankan bahwa waktu yang dihabiskan di parlemen harus didedikasikan untuk menemukan solusi terkait krisis saat ini, tanpa membuang waktu untuk menjawab 50 pertanyaan aneh yang diajukan oleh anggota parlemen.
Baca juga: Sri Lanka Bangkrut Tapi Putuskan Beri Sumbangan 6 Juta Dosis Vaksin Pfizer ke Myanmar
Pemerintahan saat ini, kata dia, belum mampu memenangkan kepercayaan internasional.
Dia mendesak pemerintah untuk membentuk pemerintahan yang terdiri dari semua partai, setidaknya untuk saat ini dan merumuskan program demi memenangkan kepercayaan secara lokal maupun internasional tanpa memperburuk krisis lebih lanjut.
"Meskipun beberapa orang meyakini bahwa Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dapat memenangkan kepercayaan internasional, ternyata tidak. Ia adalah satu-satunya anggota parlemen di parlemen yang ditolak oleh rakyat," tegas Weerawansa.
Sementara itu, Ketua DPR Sri Lanka Dinesh Gunawardene mengatakan bahwa anggota parlemen telah menyepakati untuk menjawab 50 pertanyaan pada rapat pimpinan partai dan itu harus berjalan sesuai rencana.
"Memang benar bahwa orang-orang menghadapi krisis bahan bakar yang akut. Kami sebagai pemimpin juga menghadapi kesulitan yang sama, kami juga tidak memiliki mekanisme khusus untuk mendapatkan bahan bakar. Menteri ESDM akan menginformasikan kepada DPR tentang tindakan yang telah dilakukan," kata Gunawardene.
Pernyataan Khusus ke Parlemen
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Sri Lanka Ranil Wickremesinghe disebut akan membuat pernyataan khusus di parlemen pada Selasa waktu setempat.
Ia akan mengklarifikasi hasil diskusi yang diadakan dengan International Monetary Fund (IMF). Informasi ini disampaikan Menteri Bandula Gunawardena kepada parlemen Senin kemarin.
Gunawardena menyampaikan bocoran itu untuk menanggapi pertanyaan yang dilontarkan Ketua Oposisi Whip Lakshman Kiriella.
Karena Kiriella terus mempertanyakan 'apakah negosiasi dengan IMF telah gagal?'.
"Media asing di Amerika Serikat (AS) telah melaporkan bahwa negosiasi dengan IMF telah gagal. Kami ingin tahu situasi sebenarnya, kami sebenarnya mengharapkan pernyataan dari pemerintah terkait negosiasi hari ini. Namun hal seperti itu tidak terjadi," kata Kiriella.
Kiriella berharap hasil diskusi antara pemerintah Sri Lanka dengan IMF berujung positif.
"Kami berharap negosiasi dengan IMF akan berhasil, karena rakyat bangsa ini harus dibebaskan dari penderitaan mereka," tegas Kiriella.
Butuh 18 Bulan
Ranil Wickremesinghe mengatakan bahwa stabilisasi dan pemulihan negara itu diprediksi membutuhkan waktu sekitar 18 bulan.
Ia menambahkan bahwa jalan ke depan akan mencakup proposal ekonomi yang didorong oleh konsensus dan amandemen ke-21.
Dikutip dari laman www.dailynews.lk, Senin (4/7/2022), Wickremesinghe menyampaikan bahwa India memiliki lebih sedikit birokrasi dalam membantu Sri Lanka.
Sedangkan China tidak mengalihkan fokusnya dari Asia Tenggara dan tertarik pada Asia Selatan.
"China memiliki banyak kepentingan di kawasan ini, dan India juga akan punya banyak informasi tentang kami dengan perbatasan di Himalaya. Saya tidak berpikir China telah meningkatkan minat mereka di Asia Selatan, di Sri Lanka, di Kepulauan, di Maladewa, Seychelles. Namun saya pikir minat itu masih ada pada India, karena jika tidak, India tidak akan memindahkan pasukan di sekitar Ladakh," kata Wickremesinghe.
Kendati demikian, ia terus menekankan bahwa China tidak meninggalkan Sri Lanka, namun Sri Lanka lebih memilih India.
"Kami memang fokus pada India untuk bantuan awal, karena saya tidak berpikir kami bisa mendapatkan banyak dari China atau Jepang. Kami memutuskan akan ikut bersama dengan India, karena India muncul dengan uang terlebih dahulu. Ini adalah pertanyaan tentang siapa yang memiliki lebih sedikit birokrasi," jelas Wickremesinghe.
Dirinya kemudian menambahkan bahwa ia akan menelepon PM India Narendra Modi untuk menyampaikan terima kasih atas bantuannya.
Berbicara tentang politik dalam negeri, Wickremesinghe menegaskan bahwa tidak ada campur tangan dari Presiden Gotabaya Rajapaksa.
"Saya bukan CEO yang ditunjuk oleh Rajapaksa, saya Perdana Menteri. Saya Perdana Menteri Independen, tidak ada campur tangan dari Gotabaya Rajapaksa. Jika ada perbedaan, kita harus menyelesaikannya di kabinet," tegas Wickremesinghe.
Ia pun tidak memungkiri bahwa memang 'ada perbedaan pendapat' antara dirinya dan Presiden Sri Lanka itu.
Dia menyampaikan bahwa Gotabaya Rajapaksa akan membawa amandemen ke-21 yang memberdayakan parlemen atas Presiden eksekutif.
"Ada perbedaan pendapat pada amandemen ke-21 sebelumnya di dalam partai yang berkuasa, namun kesepakatan ini akhirnya dibawa sejauh ini, dan tidak ada reaksi yang merugikan," papar Wickremesinghe.
Ia meyakini bahwa partai Gotabaya Rajapaksa yakni Sri Lanka Podujana Peramuna (SLPP) akan ikut bergabung.
"Dia ini juga merupakan seorang Presiden. Itu masih menguntungkannya, bukan merugikannya," tutur Wickremesinghe.
Menyebut krisis ekonomi adalah peristiwa 'buatan manusia', Wickremesinghe mengatakan bahwa tanggung jawab terletak pada para politisi dan pemerintahan Rajapaksa.
Terkait Presiden Gotabaya Rajapaksa, ia kemudian menuturkan bahwa sejauh ini sosok nomor 1 di Sri Lanka itu memang telah banyak disalahkan karena dianggap gagal menyelamatkan negara dari kebangkrutan.
Namun tidak ada yang bisa memecatnya begitu saja dari kursi kepresidenan.
"Ia telah disalahkan secara terbuka, tidak hanya sekali tetapi dua kali, namun ia tidak meninggalkan jabatannya. Anda tidak dapat memecatnya dari jabatannya, karena berdasarkan proposal yang diajukan oleh bi-asosiasi, tidak perlu baginya untuk meninggalkan kantor," tegas Wickremesinghe.
Perdana Menteri yang telah menjabat sebanyak 6 kali itu mengatakan bahwa tugasnya saat ini adalah 'pekerjaan paling menantang yang pernah ia miliki'.
"Seseorang harus menerima tantangan untuk menertibkan ekonomi negara," kata Wickremesinghe.
Perlu diketahui, pemimpin veteran itu kali pertama terpilih menjabat sebagai Perdana Menteri pada 1994 silam, dan saat ini dirinya telah berusia 73 tahun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.