Iran Sesumbar Mampu Buat Bom Nuklir saat AS dan Israel Ingin Membatasinya
Pejabat Iran sesumbar bahwa negaranya mampu membuat bom nuklir dalam peringatan terbarunya kepada Barat.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Iran baru-baru ini membual bahwa negaranya sudah mampu menciptakan bom nuklir, menyusul perjanjian AS-Israel untuk membatasi senjata nuklir Teheran.
Dilansir The Sun, ancaman ini datang sehari setelah Presiden AS Joe Biden merampungkan turnya di Israel dan Arab Saudi.
Penasihat senior Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Kamal Kharrazi, mengatakan kepada Al Jazeera soal kemampuan Iran membuat bom nuklir.
Namun, kata dia, pemerintah belum memutuskan akan membuat senjata mematikan tersebut.
Komentar Kharrazi ini mengindikasikan bahwa Iran mungkin memiliki kepentingan dalam senjata nuklir, walaupun tudingan ini sudah lama disangkal.
"Dalam beberapa hari kami dapat memperkaya uranium hingga 60 persen dan kami dapat dengan mudah menghasilkan 90 persen uranium yang diperkaya," ungkap Kharrazi.
Baca juga: Politisi AS Tulsi Gabbard Peringatkan Potensi Perang Nuklir di Konflik Rusia-Ukraina
Baca juga: Kunjungi Israel, Biden akan Teken Perjanjian Bersama Melawan Persenjataan Nuklir Iran
"Iran memiliki sarana teknis untuk memproduksi bom nuklir tetapi belum ada keputusan oleh Iran untuk membuatnya," kata penasihat ini.
Iran sudah memperkaya uranium hingga 60 persen, jauh di atas batas 3,67 persen di bawah kesepakatan nuklir Teheran 2015 dengan kekuatan dunia.
Uranium yang diperkaya hingga 90 persen cocok untuk bom nuklir.
Di tahun 2018 silam, mantan Presiden Donald Trump hengkang dari perjanjian nuklir Iran.
Saat itu Teheran mengaku akan mengurangi pengayaan uranium dengan imbalan pelonggaran sanksi ekonomi yang dijatuhkan AS.
Namun penarikan Washington dan penerapan kembali sanksi keras, membuat Teheran mulai melanggar pembatasan nuklir dalam pakta itu.
Tahun lalu, menteri intelijen Iran mengatakan tekanan Barat dapat mendorong Teheran untuk mencari senjata nuklir, yang pengembangannya dilarang oleh Khamenei dalam sebuah dekrit agama pada awal 2000-an.
Iran mengatakan pihaknya memurnikan uranium hanya untuk penggunaan energi sipil, dan menilai pelanggarannya terhadap kesepakatan internasional dapat dibalik jika AS mencabut sanksi dan bergabung kembali dengan perjanjian.