Human Rights Watch Desak Sri Lanka Tak Gunakan Kekerasan terhadap Pengunjuk Rasa
Pasukan keamanan Sri Lanka diharapkan tidak menggunakan kekuatan terhadap demonstran yang menggelar aksi atas krisis ekonomi Kolombo.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Human Rights Watch (HRW), kelompok hak asasi manusia internasional telah mendesak Presiden baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe segera memerintahkan pasukan keamanan menghentikan semua penggunaan kekuatan yang melanggar hukum terhadap pengunjuk rasa.
Seperti diketahui, warga Kolombo turun ke jalan berdemonstrasi atas krisis ekonomi negara itu.
Pasukan bersenjata dan polisi tiba dengan truk dan bus pada Jumat (22/7/2022) untuk membersihkan kamp protes utama di dekat kediaman resmi presiden di ibukota, Kolombo, sehari setelah Presiden Ranil Wickremesinghe dilantik.
Dikutip Al Jazeera, meskipun pengunjuk rasa telah mengumumkan bahwa mereka akan mengosongkan lokasi secara sukarela setelah melakukan aksi duduk selama lebih dari 100 hari.
Pasukan bergerak masuk dan mulai menyerang demonstran dengan tongkat dan memindahkan tenda dan blok di sepanjang jalan menuju Rumah Presiden.
Pasukan keamanan menangkap 11 orang, termasuk pengunjuk rasa dan pengacara.
Baca juga: Berita Foto : Pasukan Keamanan Gerebek Kamp Demonstran Sri Lanka
Dua wartawan dan dua pengacara juga diserang oleh tentara dalam tindakan keras itu.
Human Rights Watch mengatakan insiden itu "mengirim pesan berbahaya kepada rakyat Sri Lanka bahwa pemerintah baru bermaksud untuk bertindak melalui kekerasan daripada aturan hukum".
“Langkah-langkah yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi kebutuhan ekonomi masyarakat Sri Lanka menuntut pemerintah yang menghormati hak-hak dasar,” Direktur Asia Selatan di Human Rights Watch Meenakshi Ganguly mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (23/7/2022).
“Mitra internasional Sri Lanka harus mengirimkan pesan dengan lantang dan jelas bahwa mereka tidak dapat mendukung pemerintahan yang menginjak-injak hak rakyatnya,” tambahnya.
Amnesty internasional juga kecam penggunaan kekuatan terhadap demonstran
Lebih jauh, Amnesty International juga mengutuk penggunaan kekuatan, dengan mengatakan "memalukan bahwa pemerintah baru menggunakan taktik kekerasan seperti itu dalam beberapa jam setelah berkuasa".
“Para pengunjuk rasa memiliki hak untuk berdemonstrasi secara damai. Penggunaan kekuatan yang berlebihan, intimidasi dan penangkapan yang tidak sah tampaknya menjadi pola berulang tanpa henti di mana pihak berwenang Sri Lanka menanggapi perbedaan pendapat dan pertemuan damai,” kata Wakil Sekretaris Jenderal kelompok itu, Kyle Ward.
Baca juga: India Perpanjang Jalur Kredit Senilai 1,85 Miliar Dolar AS ke Sri Lanka dalam 10 Tahun
Tarif kereta api Sri Lanka naik
Tarif kereta api di Sri Lanka akan dinaikkan sebesar 50 persen mulai Sabtu (23/7/2022) dini hari waktu setempat.
Dikutip dari laman www.dailynews.lk, juru bicara dari Departemen Kereta Api mengatakan bahwa tarif minimum untuk kompartemen kelas ekonomi akan ditingkatkan menjadi 20 rupee Sri Lanka, Sabtu (23/7/2022).
Sementara, tarif minimum untuk kompartemen kelas kedua akan ditingkatkan menjadi 50 rupee Sri Lanka.
Kemudian tarif minimum untuk kompartemen kelas pertama akan ditingkatkan menjadi 100 rupee Sri Lanka.
Perusahaan kereta api hanya mengenakan biaya 20 hingga 24 persen dari tarif bus.
Berita lain terkait dengan Sri Lanka Bangkrut dan Krisis Sri Lanka
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)