Pemotongan Gas Rusia ke Eropa Mulai Mengancam Stabilitas Pasokan Energi di Asia
Raksasa energi Rusia Gazprom memotong pasokan gas ke Eropa yang melalui pipa Nord Stream 1 pada Rabu (27//7/2022), menjadi 20 persen dari kapasitasnya
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
Contohnya Pakistan, yang mengalami pemadaman bergilir lebih dari 12 jam dalam beberapa pekan terakhir, karena pemerintah baru negara itu sedang berjuang mendapatkan lebih banyak gas.
Pemadaman yang terjadi terus-menerus di Pakistan memicu aksi unjuk rasa pada akhir Juni lalu, yang dibubarkan polisi dengan menggunakan gas air mata dan pentungan.
Baca juga: Pasokan Gas Rusia Dipangkas, Harga Minyak Langsung Melambung
Pada awal Juli, perusahaan gas milik Pakistan gagal menarik satu pemasok untuk tender pembelian LNG senilai 1 miliar dolar AS.
Krisis energi ini telah memperburuk perjuangan Perdana Menteri baru Shahbaz Sharif di saat pemerintahnya mencoba untuk keluar dari krisis ekonomi dan menegosiasikan dana talangan dengan Dana Moneter Internasional (IMF).
Sementara di Sri Lanka, kekurangan bahan bakar terjadi lebih dulu sebelum krisis ekonomi di negara itu melanda, yaitu pada bulan Mei.
Stok bensin di Sri Lanka hampir habis pada bulan Mei yang membuat banyak pengendara rela antre untuk membeli bahan bakar.
"Lonjakan pertumbuhan dan perkembangan baru-baru ini jelas membuat banyak negara berkembang lebih bergantung pada energi, tetapi ini masih dapat dikelola jika mereka mendiversifikasi sumber energi mereka, seperti yang semakin dilakukan India. Namun, semua negara rentan jika situasinya tetap sama terlalu lama,” ungkap seorang ekonom, Badri Narayanan Gopalakrishnan.
Sedangkan pengetatan pasokan yang cepat juga dapat merusak permintaan konsumen karena harga menjadi tidak terkontrol, yang dikombinasikan dengan faktor ekonomi makro yang tidak stabil lainnya, sehingga akan memicu gejolak ekonomi yang semakin parah yaitu resesi.
"Tren makro terbesar yang mempengaruhi sisi permintaan sekarang adalah harga. Itu berarti, dikombinasikan dengan inflasi harga energi dan pangan secara keseluruhan, serta kenaikan suku bunga yang diperlukan untuk keluar dari tren inflasi - kita tidak boleh mengabaikan dampak penghancuran permintaan dari resesi yang akan datang," kata Ramesh.
Baca juga: Uni Eropa Mulai Kewalahan Hadapi Pemotongan Gas Rusia, Batasi Konsumsi Demi Pasokan Musim Dingin
Sedangkan Gopalakrishnan mengungkapkan, beralihnya konsumsi gas ke sumber energi terbarukan akan sangat penting, terutama bagi negara-negara yang kekurangan cadangan batu bara.
“Energi terbarukan memiliki biaya marjinal yang rendah dan dapat mengurangi ketergantungan yang berlebihan pada impor bahan bakar. Pada akhirnya, investasi dalam energi terbarukan adalah jalan ke depan untuk kawasan ini,” pungkas Gopalakrishnan.