Krisis Keuangan, Sri Lanka Pertimbangkan Restrukturisasi Utang Lokal dan Negara
Sri Lanka dikabarkan juga tengah memulai kembali pembicaraan bailout dengan IMF untuk mendapatkan pendanaan sebesar 3 miliar dolar AS
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Presiden baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan saat ini negaranya sedang mempertimbangkan untuk merestrukturisasi utang lokal dan negara di tengah krisis ekonomi.
Sebelumnya, Sri Lanka dikabarkan juga tengah memulai kembali pembicaraan bailout dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mendapatkan pendanaan sebesar 3 miliar dolar AS.
Pemerintah Sri Lanka sedang bekerja dengan penasihat keuangan dan hukumnya Lazard dan Clifford Chance untuk menyelesaikan rencana restrukturisasi utang luar negeri, termasuk juga utang sebesar 12 miliar dolar AS kepada pemegang obligasi.
Baca juga: Sri Lanka akan Memulai Kembali Pembicaraan Bailout dengan IMF
"Apakah kita harus melihat utang lokal? Itu memiliki konsekuensi yang luas," kata Wickremesinghe seperti dikutip dari Reuters, Minggu (7/8/2022).
Sementara itu, gubernur bank sentral Sri Lanka pada bulan Juli lalu mengatakan bahwa negaranya tidak akan merestrukturisasi utang lokal.
Di samping itu, IMF juga telah memperingatkan negara-negara lain tentang masalah restrukturisasi utang lokal, yang dampaknya akan sangat dirasakan oleh bank domestik.
"Restrukturisasi utang dalam negeri seperti operasi. Anda hanya melakukannya jika harus, dan Anda menghindarinya jika itu mungkin lebih berbahaya daripada kebaikan," kata pejabat IMF dalam sebuah posting blog pada bulan Desember.
Bank Dunia Tidak Berencana Menawarkan Pembiayaan Baru Untuk Sri Lanka
Beberapa pekan lalu, Bank Dunia juga menyampaikan bahwa pihaknya tidak berencana untuk menawarkan pembiayaan baru ke Sri Lanka, yang saat ini sedang berjuang melawan krisis ekonomi terburuknya sepanjang sejarah.
Baca juga: Sri Lanka Cari Bantuan Untuk Memberi Makan Anak-anak di Tengah Krisis Ekonomi
Bank Dunia menyarankan Sri Lanka untuk mengadopsi reformasi struktural yang berfokus pada stabilisasi ekonomi untuk mengatasi akar penyebab krisisnya.
Krisis Ekonomi Sri Lanka
Sri Lanka, negara yang berpenduduk sekitar 22 juta jiwa telah dilanda krisis ekonomi terburuk dalam beberapa bulan terakhir.
Mengutip dari Aljazeera, Sri Lanka dihadapkan pada kekurangan bahan bakar, makanan dan obat-obatan. Krisis itu semakin diperparah oleh pinjaman dalam jumlah besar yang tidak mampu dibayarkan oleh negara itu.
Baca juga: Sri Lanka akan Memulai Kembali Pembicaraan Bailout dengan IMF
Akibat krisis itu, Sri Lanka memilih untuk menangguhkan pembayaran pinjaman luar negerinya senilai 51 miliar dolar AS, di mana 28 miliar dolar AS harus dibayar pada tahun 2027.