Gedung Putih Setujui Penjualan Senjata Senilai 1,1 Miliar Dolar AS ke Taiwan
Paket senjata yang dijual ke Taiwan mencakup 60 rudal anti-kapal, 100 rudal udara-ke-udara dan dukungan logistik untuk program radar pengawasan.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, WASHNGTON – Amerika Serikat menyetujui rencana penjualan senjata senilai 1,1 miliar dolar AS ke Taiwan.
Badan Kerjasama Keamanan dan Pertahanan Pentagon pada hari Jumat (2/9) mengatakan bahwa paket senjata yang akan dijual ke Taiwan mencakup 60 rudal anti-kapal, 100 rudal udara-ke-udara dan dukungan logistik kontraktor untuk program radar pengawasan.
Dikutip dari Aljazeera, Minggu (4/9/2022), seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS, yang menyetujui penjualan itu, mengatakan paket tersebut penting untuk keamanan Taiwan.
“Penjualan yang diusulkan ini sebagai bagian untuk mendukung upaya berkelanjutan Taiwan guna memodernisasi angkatan bersenjatanya dan untuk mempertahankan kemampuan pertahanan yang kredibel,” kata juru bicara itu.
Sementara itu, China pada hari Jumat (2/9) telah meminta AS untuk "segera mencabut" penjualan senjata.
Baca juga: AS Umumkan Penjualan Senjata Miliar Dolar Ke Taiwan, China Mulai Kebakaran Jenggot
"Ini mengirimkan sinyal yang salah kepada pasukan separatis 'kemerdekaan Taiwan' dan sangat membahayakan hubungan China-AS serta perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan," kata Liu Pengyu, juru bicara kedutaan besar China di Washington.
“China akan dengan tegas mengambil tindakan balasan yang sah dan diperlukan sehubungan dengan perkembangan situasi.” imbuhnya.
Baca juga: AS Setujui Penjualan Senjata Rp16,3 Triliun ke Taiwan: Penting untuk Keamanan Taiwan
Di sisi lain, Kementerian pertahanan Taiwan mengucapkan terima kasih kepada AS, menambahkan bahwa kegiatan "provokatif" China baru-baru ini merupakan ancaman serius dan penjualan senjata akan membantunya menghadapi tekanan militer China.
Hubungan antara Washington dan Beijing telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir, karena AS memprioritaskan persaingan strategis dengan China dalam kebijakan luar negerinya di bawah mantan Presiden Donald Trump, posisi yang sepenuhnya dianut oleh Biden.