Sejarah Baru, Ini Sosok Maysaa Sabrine, Perempuan Pertama Jabat Gubernur Bank Sentral Suriah
Maysaa Sabrine baru saja mencatatkan sejarah sebagai perempuan pertama yang diangkat sebagai Gubernur Bank Sentral Suriah.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Maysaa Sabrine baru saja mencatatkan sejarah sebagai perempuan pertama yang diangkat sebagai Gubernur Bank Sentral Suriah.
Posisi tersebut selama lebih dari 70 tahun didominasi oleh pria, dikutip dari kantor berita lokal.
Sabrine sebelumnya menjabat sebagai Wakil Gubernur Bank Sentral Suriah dan kini mengambil alih posisi tersebut setelah penggulingan Presiden Bashar al-Assad oleh pemberontak pada 8 Desember.
Dengan pengalaman lebih dari 15 tahun di sektor perbankan, Sabrine memiliki rekam jejak yang solid dalam mengawasi sektor perbankan negara.
Ia merupakan akuntan publik bersertifikat dan memiliki gelar master di bidang akuntansi dari Universitas Damaskus.
Dikutip dari Al Jazeera, Sabrine juga aktif dalam kegiatan di sektor keuangan, termasuk menjadi anggota dewan direksi di Bursa Efek Damaskus sejak Desember 2018.
Sebagai wakil gubernur sebelumnya, ia bertanggung jawab atas pengawasan dan kontrol terhadap aktivitas ekonomi negara.
Langkah-langkah Pemulihan dan Tantangan Ekonomi
Ia menggantikan posisi Mohammed Issam Hazime, yang sebelumnya diangkat sebagai gubernur oleh Presiden al-Assad pada tahun 2021.
Setelah penggulingan al-Assad oleh pemberontak, Sabrine menjadi bagian dari perubahan besar yang terjadi di lembaga tersebut.
Sejak pengambilalihan oleh pemberontak, Bank Sentral Suriah telah memulai beberapa langkah untuk membuka ekonomi yang sebelumnya sangat terkendali oleh negara.
Baca juga: Menlu Ukraina Bertandang ke Damaskus, Desak Pemimpin Baru Suriah Segera Depak Pasukan Rusia
Langkah-langkah tersebut mencakup pembatalan persetujuan pra-import dan eksport, serta pengurangan kontrol terhadap penggunaan mata uang asing.
Meskipun ada reformasi tersebut, Suriah dan bank itu sendiri tetap berada di bawah sanksi internasional yang sangat ketat, terutama dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat.
Sebagai bagian dari transisi ini, Bank Sentral Suriah juga mencatatkan beberapa peristiwa besar, termasuk kehilangan cadangan mata uang asing yang sangat signifikan.
Cadangan tersebut telah turun drastis dari sekitar $18 miliar sebelum perang menjadi hanya sekitar $200 juta setelah perang saudara yang dimulai pada tahun 2011.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.