Jelang Musim Dingin, Kanselir Jerman Siapkan ‘BLT’ Bagi Pensiunan dan Pelajar 65 Miliar Euro
Di saat Jerman mengalami resesi ekonomi, akibat inflas dan pasokan gas yang mampet dari Rusia, negara itu juga menggulirkan BLT.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM – Presiden Joko Widodo telah mempersiapkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 600.000 kepada masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp 3.500 per bulan.
Kebijakan ini dilakukan oleh Jokowi sejak terjadinya Pandemi Covid-19 2020 lalu.
Ternyata kebijakan seperti ini tidak hanya dilakukan di Indonesia saja, negara semaju Jerman pun melakukannya pada saat negara mengalami krisis energi.
Di saat Jerman mengalami resesi ekonomi, akibat inflas dan pasokan gas yang mampet dari Rusia, negara itu juga menggulirkan BLT.
Pada masa resesi ekonomi ini, Jerman telah menyiapkan dana sebesar 65 miliar euro atau Rp 959 triliun (kurs Rp 14.757/dolar AS) untuk bantuan inflasi.
Baca juga: Harga Minyak Mentah Mengalami Tekanan, Sepekan Anjlok 1,5 Persen di Tengah Ancaman Resesi
Pemimpin Jerman Kanselir Olaf Scholz mengatakan langkah-langkah bantuan yang diumumkan pada hari Minggu diperkirakan sekitar 65 miliar euro, dan termasuk pembayaran satu kali sebesar 300 Euro (Rp 4.427.343) untuk pensiunan Jerman dan pembayaran yang lebih kecil sebesar 200 Euro (Rp 2.951.562) untuk pelajar.
Pemerintah juga ingin memperpanjang program tunjangan perumahan negara dari 700.000 menjadi 2 juta orang, dan memotong pajak jaminan sosial bagi mereka yang berpenghasilan bulanan di bawah 2.000 Euro (Rp 29,51 juta).
Di Jerman, penghasilan sebesar itu masuk dalam penghasilan rendah.
Scholz mengatakan, Berlin telah membuat beberapa "keputusan tepat waktu" untuk menghindari krisis musim dingin dan pemerintah Jerman siap untuk menggandakan dan "mengubah aturan pasar" untuk melindungi warga dan perusahaan dari melonjaknya biaya energi, kata Kanselir Olaf Scholz pada hari Minggu, menyajikan baru 65 miliar rencana “bantuan inflasi”.
“Kita akan melewati musim dingin ini. Jerman berdiri bersama di masa yang sulit," kata Scholz.
Scholz mengatakan dia “sangat sadar” bahwa banyak orang Jerman berjuang dengan kenaikan harga. Tetapi pemerintah memperhatikan masalah ini dengan sangat serius.
Untuk mendanai prakarsa baru, yang dengan dua paket bantuan sebelumnya akan berjumlah sekitar 95 miliar Euro (Rp 1.401 triliun).
Scholz berupaya memanfaatkan “keuntungan berlebihan” dari penyedia energi Jerman. Pemerintah ingin memperkenalkan batas harga bagi penyedia yang menghasilkan listrik dari sumber seperti batu bara, angin, matahari dan tidak harus membayar gas alam yang mahal – tetapi memanfaatkan lonjakan harga listrik.
“Kami dengan tegas b
Baca juga: Tepis Ancaman Resesi, Presiden Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen di RAPBN 2023
ertekad untuk mengubah aturan pasar sedemikian rupa sehingga keuntungan tak terduga seperti itu tidak lagi terjadi, atau bahwa mereka dihilangkan,” janji kanselir Sosial Demokrat itu.
Jerman, yang sangat bergantung pada impor energi Rusia untuk memenuhi kebutuhannya, telah melihat harga energi melonjak karena pasokan gas alam dari Rusia telah berkurang secara dramatis selama beberapa bulan terakhir.
Sementara Moskow menyalahkan sanksi Barat karena menghalangi pemeliharaan rutin peralatan pompa gas, pada hari Minggu Scholz mengklaim bahwa Rusia tidak dapat dianggap sebagai pemasok energi yang dapat diandalkan lagi.
Mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev menanggapi dengan menuduh Berlin melancarkan "perang hibrida" melawan Moskow.
Pada bulan Agustus, inflasi Jerman naik menjadi 7,9 persen. Lonjakan harga energi diperkirakan akan membuatnya melonjak sekitar 10% di Jerman dan Zona Euro pada akhir 2022, tertinggi dalam beberapa dekade.