Ekonomi Sri Lanka Menyusut 8,4 Persen, Dipicu oleh Krisis Pupuk dan Bahan Bakar
Krisis pupuk kimia yang terjadi di Sri Lanka telah berdampak pada produksi pertanian, terutama beras
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Ekonomi Sri Lanka mengalami penyusutan sebesar 8,4 persen pada kuartal kedua tahun ini, di saat negara itu tengah menghadapi krisis pasokan pupuk dan bahan bakar.
Departemen Sensus dan Statistik yang dikelola negara mengatakan bahwa sektor pertanian mengalami penyusutan 8,4 persen pada kuartal kedua dan industri sebesar 10 persen, sementara sektor jasa turun 2,2 persen dibandingkan tahun lalu.
Dikutip dari Reuters, Jumat (16/9/2022) krisis pupuk kimia yang terjadi di Sri Lanka telah berdampak pada produksi pertanian, terutama beras, sementara pembatasan yang diberlakukan pada impor bahan bakar telah mengurangi aktivitas manufaktur.
Baca juga: Sri Lanka Capai Kesepakatan dengan IMF Terkait Pinjaman 2,9 Miliar Dolar AS
Pada kuartal pertama, negara berpenduduk 22 juta orang itu mengalami kontraksi ekonomi sebesar 1,6 persen.
Bank sentral Sri Lanka juga memperkirakan ekonomi negara itu akan mengalami kontraksi sekitar 8 persen untuk tahun 2022.
“Ini adalah kontraksi tertajam kedua yang pernah kami lihat. Terakhir adalah ketika Sri Lanka membukukan pertumbuhan negatif 16 persen pada kuartal kedua tahun 2020 karena penguncian pandemi Covid-19," kata Dimantha Mathew, kepala penelitian di First Capital.
"Kami memperkirakan pertumbuhan di kuartal ketiga dan kuartal keempat tahun ini juga akan negatif dan untuk pertumbuhan keseluruhan berkontraksi sebesar 10 persen hingga 12 persen. Inflasi terus tumbuh di kuartal ketiga dan telah memukul konsumsi sektor swasta, yang kemungkinan akan meluas ke kuartal keempat," imbuhnya.
Di sisi lain, Sri Lanka telah mencapai kesepakatan tingkat staf untuk bailout sebesar 2,9 miliar dolar AS dengan Dana Moneter Internasional (IMF) awal bulan ini, tetapi harus merestrukturisasi utangnya dengan pemegang obligasi swasta dan kreditor bilateral sebelum mendapatkan pencairan.
Baca juga: IMF Mulai Adakan Pembicaraan Tentang Restrukturisasi Utang Sri Lanka
Pada Kamis (15/9/2022) India sebagai penyedia bantuan terbesar untuk Sri Lanka tahun ini, mengumumkan bahwa pihaknya tidak akan memberikan pendanaan lanjutan untuk Sri Lanka.