Langgar UU Rahasia Negara, Aung San Suu Kyi Divonis 3 Tahun Penjara
Pengadilan militer Myanmar menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada Aung San Suu Kyi dan mantan penasihatnya karena melanggar UU Rahasia Negara.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan militer Myanmar telah menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada pemimpin terguling Aung San Suu Kyi dan mantan penasihatnya.
Keduanya dijatuhi hukuman karena melanggar Undang-Undang Rahasia Negara Resmi Myanmar.
Putusan hari Kamis (29/9/2022) adalah yang terbaru dari serangkaian hukuman yang dijatuhkan terhadap peraih Nobel berusia 77 tahun itu.
Itu artinya, Aung San Suu Kyi sekarang menghadapi hukuman penjara total 23 tahun.
Dikutip dari CNN, mantan penasihat ekonomi Suu Kyi, Sean Turnell dari Australia, juga menerima hukuman penjara tiga tahun karena melanggar rahasia negara, tuduhan yang dibantahnya dan Suu Kyi.
Turnell, seorang ekonom di Universitas Macquarie Sydney, pernah menjabat sebagai konsultan ekonomi khusus untuk mantan pemimpin dan kabinetnya.
Baca juga: Pengadilan Junta Myanmar Vonis Aung San Suu Kyi 6 Tahun Penjara Terkait Empat Kasus Korupsi
Suu Kyi pertama kali didakwa melanggar undang-undang rahasia pada tahun 2021.
Dia membantah semua tuduhan terhadap dirinya dan para pendukungnya mengatakan tuduhan itu politis.
Sean Turnell ditahan di Yangon pada Februari 2021, beberapa hari setelah junta menangkap Suu Kyi dan menggulingkan pemerintahan terpilihnya melalui kudeta.
Pengadilan mereka dilakukan di pengadilan militer tertutup.
"Sean Turnell ditolak pengadilan yang adil atau akses yang memadai ke penasihat hukum dan bantuan konsuler. Prosesnya benar-benar palsu ... (dan) adalah yang terbaru dari serangkaian kasus bermotif politik," kata Direktur Dampak Amnesty International Australia Tim O'Connor, seperti dilansir dari BBC.
Pada persidangannya pada bulan Agustus, Turnell membantah keras tuduhan melanggar undang-undang rahasia negara, yang membawa hukuman maksimal 14 tahun penjara.
Ekonom Australia, yang berbasis di Myanmar sejak 2017, telah bekerja sebagai penasihat pemerintah sipil yang dipimpin oleh Suu Kyi sebelum kudeta.
Tahun lalu telah melihat tekanan internasional yang signifikan dan lobi asing untuk pembebasannya.
Baca juga: PM Malaysia Sesalkan Kurangnya Tindakan PBB terhadap Krisis Myanmar