Perancis Mendadak Perintahkan Seluruh Warganya di Iran Meninggalkan Negara Itu
Unjuk rasa yang berakhir rusuh di sejumlah wilayah telah berlangsung berhari-hari dan menelan korban jiwa.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, IRAN - Pemerintah Perancis sejak, Jumat (7/10/2022) mendesak semua warganya untuk meninggalkan Iran demi alasan keamanan.
"Warga Perancis yang berkunjung, termasuk yang memiliki kewarganegaraan ganda, menghadapi risiko tinggi penangkapan, penahanan sewenang-wenang, dan persidangan yang tidak adil," tulis Kementerian Luar Negeri Perancis di laman resminya seperti dikutip dari Reuters.
Iran dilanda unjuk rasa di sejumlah wilayah buntut kematian seorang perempuan yang disiksa 'polisi moral' karena tidak menggunakan jilbab.
Unjuk rasa yang berakhir rusuh di sejumlah wilayah telah berlangsung berhari-hari dan menelan korban jiwa.
Baca juga: Pemerintah Imbau WNI di Iran Tidak Ikut Demo Atas Kematian Mahsa Amini
Perancis mengecam Iran menganggapnya sebagai diktator karena menahan dua warganya.
Pemerintah Iran, Kamis (6/1/2022) menyiarkan pengakuan dua warga negara Perancis, lima bulan setelah ditangkap.
Pejabat serikat guru Prancis Cecile Kohler dan rekannya Jacques Paris ditahan di Iran sejak 7 Mei 2022.
Keduanya dituduh berusaha mengobarkan kerusuhan buruh selama pemogokan guru awal tahun ini.
Pengakuan keduanya muncul, saat Iran sedang bergulat dengan gelombang baru protes yang dipimpin perempuan yang meletus pada 16 September 2022 menyusul kematian Mahsa Amini dalam tahanan.
Wanita Kurdi Iran berusia 22 tahun itu meninggal setelah ditahan karena diduga melanggar aturan ketat negara tentang bagaimana wanita harus berpakaian.
Iran telah mengumumkan pada 11 Mei 2022, penangkapan dua orang Eropa yang memasuki negara itu dengan tujuan memicu kekacauan dan membuat masyarakat tidak stabil.
Perancis mengutuk penangkapan itu sebagai "tidak berdasar" dan menyerukan pembebasan segera mereka.
Iran kemudian mengatakan telah menangkap dua warga negara Prancis yang memasuki negara itu dengan visa turis.
Pasangan itu dituduh berserikat dan berkolusi dengan tujuan merusak keamanan negara, kata juru bicara kehakiman Massoud Setayeshi pada Juli 2022.