Arab Saudi Hukum Mati 3 Warganya yang Menolak Digusur untuk Pembangunan Neom
Arab Saudi menghukum mati tiga orang anggota Howeitat yang menolak digusur untuk pembangunan NEOM.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan di Arab Saudi menghukum mati tiga orang anggota masyarakat adat yang menolak digusur untuk pembangunan NEOM, Middle East Eye melaporkan.
NEOM adalah sebuah kota dagang bebas masa depan yang direncanakan seluas 26.500 km² dan melintasi tiga negara yakni Arab Saudi, Mesir, dan Yordania.
NEOM merupakan proyek kebanggaan Pangeran Mohammed bin Salman senilai $ 500 miliar (sekitar Rp 7.679 triliun atau Rp 7,6 kuadriliun) yang bekerja sama dengan perusahaan minyak Saudi Aramco.
Pada 2 Oktober, Pengadilan Kriminal Khusus Arab Saudi menjatuhkan hukuman mati kepada Shadli, Atallah, dan Ibrahim al-Howeiti yang menolak digusur untuk proyek itu.
Shadli, Atallah, dan Ibrahim sebelumnya ditangkap pada 2020 karena menentang penggusuran suku mereka.
Shadli adalah saudara laki-laki Abdul Rahim al-Howeiti, seorang warga Tabuk berusia 43 tahun yang ditembak mati oleh pasukan khusus Arab Saudi pada April.
Baca juga: Presiden Uni Emirat Arab Tegaskan Siap Tengahi Dialog Rusia dengan Ukraina
Abdul ditembak setelah memprotes perintah penggusuran pemerintah dan karena konten video yang secara teratur dia unggah ke YouTube.
Hukuman mati para pria itu hanyalah yang terbaru dari serangkaian putusan ekstrem yang baru-baru ini dijatuhkan oleh pengadilan kepada mereka yang telah menyatakan perbedaan pendapat.
Sebelumnya, anggota suku Howeitat telah melaporkan eskalasi dalam kampanye oleh pihak berwenang untuk mengusir mereka dari tanah mereka.
Dua anggota Howeitat, Abdulilah al-Howeiti dan Abdullah Dukhail al-Howeiti dijatuhi hukuman penjara 50 tahun dan larangan bepergian 50 tahun pada Agustus karena mendukung penolakan keluarga mereka untuk digusur dari rumah mereka di Tabuk.
Warga Arab Saudi yang telah menerima hukuman yang panjang termasuk Salma al-Shehab, seorang mahasiswa Universitas Leeds dan ibu dari dua anak, dan Nourah binti Saeed al-Qahtani, ibu dari lima anak.
Mereka diberi hukuman masing-masing 34 tahun dan 45 tahun atas tweet yang mengkritik pemerintah Arab Saudi.
Osama Khaled, seorang penulis, penerjemah, dan pemrogram komputer, dijatuhi hukuman 32 tahun atas uduhan yang berkaitan dengan hak kebebasan berbicara.
Adel al-Saeed, wakil presiden Organisasi Hak Asasi Manusia Eropa Saudi mengatakan dalam serangkaian tweet bahwa hukuman mati baru mengungkapkan bagaimana hukuman itu digunakan "dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memasukkan semua bentuk keberatan terhadap keputusan pemerintah".
Penggunaan hukuman mati sebagai alat politik untuk menundukkan warga menunjukkan kerajaan tidak berencana untuk membalikkan penggunaan hukuman mati, tambahnya.
"Ini juga menunjukkan bahwa (Putra Mahkota) Mohammed bin Salman melihat situasi internasional dan kebutuhan energi sebagai lingkungan yang tepat untuk menjatuhkan hukumannya yang tidak adil dengan biaya serendah mungkin," tulisnya.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)