Turki Yakin Kesepakatan Ekspor Biji-bijian Ukraina akan Terus Berlanjut
Turki dan PBB pada Juli lalu telah menengahi kesepakatan antara Ukraina dan Rusia, yang memungkinkan Kyiv mengekspor biji-bijian
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, ISTANBUL – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa dia yakin kesepakatan yang memungkinkan ekspor biji-bijian Ukraina melalui Laut Hitam akan tetap berlanjut.
Dilansir dari VoA News, Kamis (17/11/2022) Erdogan juga mengisyaratkan adanya pembicaraan yang sedang berlangsung tentang perpanjangan kesepakatan, dan dia berencana untuk berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin sekembalinya dari KTT G20.
Seperti diketahui, Turki dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Juli lalu telah menengahi kesepakatan antara Ukraina dan Rusia, yang memungkinkan Kyiv mengekspor biji-bijian dari pelabuhan Laut Hitamnya dengan kapal-kapal yang disaring di Turki.
Baca juga: Dubes Ukraina di Indonesia : Rusia Ganggu Produksi dan Logistik Biji-bijian dan Pupuk di Laut Hitam
Adapun, PBB mengatakan bahwa sekitar 11 juta ton biji-bijian dan bahan makanan telah diekspor ke 42 negara sejak kesepakatan dimulai.
Rusia Ganggu Produksi dan Logistik Biji-bijian dan Pupuk di Laut Hitam
Duta Besar Ukraina di Indonesia, Vasyl Hamianin menegaskan biang keladi ancaman keamanan pangan global adalah Rusia yang mengganggu produksi hingga transportasi logistik biji-bijian, pupuk di Laut Hitam.
“Masalah pangan beragam, namun perang yang dilancarkan Rusia terhadap Ukraina menjadi faktor utama penyediaan pangan Ukraina yang dikenal sebagai lumbung biji-bijian. Gangguan terjadi akibat agresi. Mengganggu produksi dan logistik,” ungkap Vasyl Hamianin dalam Global Food Security Forum di sela-sela KTT G20, Bali.
Global Food Security Forum adalah salah satu ajang penting di sela KTT G20 yang diselenggarakan Gaurav and Sharon Srivastava Family Foundation, Kementerian Pertahanan dan Kemenko Maritim dan Investasi.
Selain Dubes Vasyl Hamianin hadir pembicara lain a.l Peter Engelke dari Atlantic Council; Bo Holmgreen pendiri dan CEO Scholars of Sustenance, Dr. Michał Kurtyka, mantan menteri Iklim dan Lingkungan Polandia; Guy Margalith, wakil penasihat utama kebijakan luar negeri di Komando Indo-Pasifik AS dan Laksmi Prasvita, kepala Komunikasi, Urusan Publik, Sains, dan Keberlanjutan Bayer Indonesia.
Baca juga: Uni Eropa Desak Rusia Mencabut Penangguhan Kesepakatan Ekspor Biji-bijian dari Laut Hitam Ukraina
Menurut Dubes Vasyl Hamianin rezim Moskow yang dipimpin Presiden Vladimir Putin secara nyata membuat produksi dan pengiriman biji-bijian dan pupuk ke wilayah Asia dan Afrika terhambat hingga Ukraina berhasil membebaskan transportasi di Laut Hitam.
Pada 31 Oktober lalu, secara sepihak Rusia telah mundur dari The Joint Coordination Centre (JCC) atau kesepakatan koridor pangan di Laut Hitam.
Perjanjian antara Rusia-Ukraina ditengahi PBB dan Turki dimana seharusnya perjanjian ini berakhir hingga 19 November 2022.
Perjanjian yang sudah disepakati Rusia-Ukraina pada Juli 2022 memastikan perjalanan kapal yang membawa gandum dari Ukraina melalui Laut Hitam aman dan telah memainkan peran penting dalam menurunkan harga gandum dan komoditas lainnya secara global.
Mundurnya Rusia dalam kesepakatan ini telah menyebabkan ekspor gandum dan biji-bijian tertunda sebanyak 170 kapal.
Akibatnya harga gandum dan jagung di pasar komoditas global terkerek pasca Rusia menarik diri dari kesepakatan.
Banyak pihak panik, sikap Rusia akan membuat terganggunya pasokan ekspor minyak bunga matahari Ukraina demikian pula biji-bijian bahan pokok pangan seperti gandum yang dibutuhkan masyarakat Afrika.
Baca juga: Pihak Rusia Tetapkan Batas Waktu Kesepakatan Gandum untuk PBB
Data pertanian Gro Intelligence menyebutkan Ukraina dan Rusia menyumbang hampir sepertiga dari ekspor gandum global.
Mereka juga termasuk di antara tiga pengekspor barley, jagung, minyak lobak, dan minyak bunga matahari global teratas.
Komite Penyelamatan Internasional (IRC), sebuah organisasi bantuan kemanusiaan, mengatakan konsekuensi penarikan Rusia dari kesepakatan gandum bisa menjadi bencana bagi negara-negara miskin. Hal ini karena banyak di antaranya yang sudah mengalami kelaparan ekstrem.
“Dibutuhkan banyak keberanian untuk mengidentifikasi persoalan dasar ini, untuk mengakui bahwa ini adalah akibat agresi Rusia terhadap Ukraina. Masalah ketahanan pangan global saat ini adalah rezim Moskow,” tandasnya.