Kisah Jatuh Bangun Anwar Ibrahim, dari Tahanan Hingga Kursi Perdana Menteri Malaysia
Ia menunjukkan sikap pantang menyerah yang membuatnya mendapatkan posisi yang telah diincarnya selama tiga dekade.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Saat Anwar Ibrahim mengambil alih kursi Perdana Menteri (PM) Malaysia setelah parlemen itu 'mengalami kebuntuan' yang belum pernah terjadi sebelumnya, salah satu pernyataannya baru-baru ini pun menyimpulkan kegigihannya.
Ia menunjukkan sikap pantang menyerah yang membuatnya mendapatkan posisi yang telah diincarnya selama tiga dekade.
"Ini yang perlu anda pelajari dari Anwar Ibrahim, sabar, tunggu lama, sabar," kata pemimpin oposisi itu.
Pernyataan tersebut disampaikannya kepada wartawan di luar rumahnya, sehari setelah pemilihan umum (pemilu) pada Sabtu lalu yang memberikan kursi terbanyak di parlemen kepada blok progresifnya, namun bukan mayoritas.
Ketidakpastian politik berakhir pada Kamis ini, saat Raja Malaysia Sultan Abdullah Ahmad Shah menunjuk Datuk Seri Anwar yang berusia 75 tahun itu sebagai PM.
Berkali-kali, tugas PM telah 'menjauh' dari Anwar, meskipun ia berada dalam jarak yang sangat dekat selama bertahun-tahun dengan jabatan ini, yakni sebagai Wakil PM pada 1990-an dan calon PM resmi pada 2018.
Di sela-sela upaya meraih ambisinya itu, ia menghabiskan hampir satu dekade di penjara karena kasus sodomi dan korupsi yang hingga kini ia anggap bernuansa politik.
Dikutip dari laman The Straits Times, Kamis (24/11/2022), seorang pemimpin oposisi karismatik, Anwar Ibrahim telah memimpin puluhan ribu warga Malaysia dalam protes jalanan pada 1990-an melawan mentornya sendiri yang kemudian menjadi musuhnya, Tun Mahathir Mohamad.
Hubungannya yang tegang dengan pemimpin veteran itu membentuk karier Anwar sendiri, serta lanskap politik Malaysia selama hampir tiga dekade.
Tun Mahathir pernah menyebut Anwar sebagai teman sekaligus anak didiknya, dan mengangkatnya sebagai penggantinya.
Baca juga: Anwar Ibrahim Resmi Dilantik Jadi Perdana Menteri Malaysia, Ambil Sumpah di Depan Raja
Namun kemudian, di tengah tuduhan sodomi dan ketidaksepakatan tentang bagaimana menangani krisis keuangan Asia, Mahathir mengatakan Anwar tidak layak memimpin 'karena karakternya'.
Keduanya pun akhirnya bekerja sama secara singkat pada 2018 untuk menggulingkan kekuasaan aliansi politik yang pernah mereka miliki, hanya untuk kembali berselisih dalam waktu dua tahun, mengakhiri pemerintahan mereka yang berusia 22 bulan dan menjerumuskan Malaysia ke dalam periode ketidakstabilan.
Sebagai pemimpin oposisi, baik dari penjara maupun di parlemen, Anwar perlahan menggerogoti kekuatan aliansi Barisan Nasional (BN), koalisi Malaysia yang paling lama berkuasa yang memprioritaskan kepentingan mayoritas orang Melayu.
Seruannya tentang 'reformasi' bergema di seluruh negeri, dan masih menjadi janji utama aliansinya.