Kisah Jatuh Bangun Anwar Ibrahim, dari Tahanan Hingga Kursi Perdana Menteri Malaysia
Ia menunjukkan sikap pantang menyerah yang membuatnya mendapatkan posisi yang telah diincarnya selama tiga dekade.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
Di bawah kepemimpinannya, oposisi memenangkan suara populer untuk pertama kalinya, meskipun tidak mendapatkan mayoritas parlemen, setelah bertahun-tahun secara bertahap memperoleh dukungan.
Percobaan terakhir menuju kursi Perdan Menteri Malaysia?
Dalam peristiwa yang mencengangkan, Anwar dan Mahathir setuju untuk bekerja sama dalam pemilu 2018, untuk menggulingkan BN di tengah tuduhan korupsi yang meluas terhadap para pemimpinnya.
Najib Razak, pemimpin BN sejak itu telah dipenjara dalam skandal miliaran dolar di dana negara 1Malaysia Development Berhad.
Setelah kemenangan mereka, Mahathir pun meminta pengampunan Kerajaan Malaysia untuk Anwar dan berjanji menyerahkan kekuasaan kepadanya dalam waktu dua tahun.
Namun koalisi mereka runtuh sebelum waktu yang ditentukan dalam menghadapi oposisi terhadap transisi, meninggalkan Anwar 'kembal dalam kedinginan'.
Ia bahkan menghadapi seruan untuk mundur sebelum pemilihan karena beberapa orang meyakini bahwa Anwar 'telah bertahan dan bermimpi terlalu lama'.
Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, Anwar mengatakan ia tahu batasannya, ketika ditanya apakah pemilihan ini akan menjadi yang terakhir baginya.
"Apakah saya dianggap relevan atau tidak dalam beberapa tahun ke depan, itu hak rakyat yang menentukan," tegas Anwar.
Namun ambisinya pun tercapai, karena dengan suara rakyat dan pilihan Raja, ia akhirnya menjadi Perdana Menteri ke-10 Malaysia.