Stok Amunisi Berat Menipis, Pendukung Ukraina Kelabakan Pasok Senjata ke Kiev
Negara-negara anggota NATO pendukung Ukraina mulai kelabakan karena stok amunisi berat menipis dan makin sulit memasok terus ke Kiev.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
Nilainya mendekati $ 40 miliar, sebanding seluruh anggaran pertahanan tahunan Prancis.
Moskow telah berulang kali memperingatkan pengiriman senjata hanya akan memperpanjang konflik dan meningkatkan risiko konflik langsung antara Rusia dan NATO.
Ketika Ukraina terus meminta lebih banyak senjata, stok Uni Eropa semakin menipis, dengan Jerman mengindikasikan sudah mencapai batasnya pada awal September.
Sementara itu, Lithuania, yang tidak memiliki senjata lagi untuk disumbangkan, telah mendesak sekutu untuk memberikan Ukraina semua yang kita miliki.
Presiden AS Joe Biden telah berjanji untuk menjaga saluran bantuan senjata (ke Ukraina) tetap terbuka selama dibutuhkan.
Tetapi persediaan amunisi militer Amerika pun mencapai titik kritis setelah pengiriman berulang kali ke Kiev.
Pada awal Maret, hanya beberapa minggu setelah konflik di Ukraina dimulai, Departemen Pertahanan AS berjuang mengisi kembali ribuan rudal yang dipasok ke Kiev.
Pada bulan Agustus, seperti diwartakan The Wall Street Journal, persediaan amunisi artileri 155 mm AS sangat rendah.
Lembar fakta terbaru Pentagon merinci lebih dari $19 miliar bantuan militer langsung yang disetujui sejak Februari, termasuk lebih dari 46.000 sistem anti-armor.
Pentagon juga telah mengirimkan hampir 200 howitzer, 38 Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS) jarak jauh, dan sejumlah senjata berat lainnya termasuk kendaraan dan lebih dari 920.000 peluru artileri 155mm.
Lembaga Kajian AS untuk Studi Strategis dan Internasional (CSIS) sebelumnya menunjukkan militer Amerika tidak siap mendukung konflik yang berkepanjangan.
Industri pertahanan mereka pun diukur untuk tingkat produksi masa damai. Memperluas kemampuan produksi mereka akan memakan waktu bertahun-tahun.
NATO banyak berinvestasi di Ukraina, dengan anggota aliansi juga memberikan pelatihan dan kemampuan intelijen.
Terlepas dari dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya, Sekjen NATO Jens Stoltenberg, telah berulang kali mengklaim NATO bukan pihak dalam konflik.
Moskow melihat hal-hal secara berbeda. Beberapa pejabat tinggi, termasuk Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, menuduh NATO mengobarkan perang melawan Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin menggambarkan Rusia saat ini tengah memerangi seluruh mesin militer barat.(Tribunnews.com/RussiaToday/NYT/xna)