Protes Covid China Meningkat, Pendemo dan Aparat Kembali Baku Hantam di Guangzhou
Aksi demonstrasi di China kembali pecah, setelah para pengunjuk rasa di Guangzhou, China selatan terlibat bentrok dengan polisi
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Aksi demonstrasi di China kembali pecah, setelah para pengunjuk rasa di Guangzhou, China selatan terlibat bentrok dengan polisi anti huru hara bersetelan hazmat putih pada Selasa (29/11/2022) malam.
Dalam rekaman yang beredar di sosial media nampak puluhan polisi anti huru-hara berpakaian serba putih lengkap dengan senjata perisai tengah dilempari barang-barang oleh para pengunjuk rasa yang mengamuk.
Kerusuhan semakin memanas hingga aksi baku hantam tak dapat dihindarkan, kondisi tersebut memaksa apparat untuk menembakan gas air mata ke tengah kerumunan massa, demonstran yang panik lantas berlarian untuk menghindari asap.
Baca juga: Di Balik Aksi Protes Pekerja Pabrik Foxconn di China: Ketidakpercayaan hingga Pembatasan Covid-19
Tak hanya itu polisi yang bertugas di kawasan tersebut juga turut menangkap dan mengamankan beberapa pengunjuk rasa. Warga yang ditangkap, dalam rekaman yang beredar di sosial media, terlihat diborgol saat dibawa ke dalam mobil polisi.
"Teman-teman lain yang memposting video serupa harus pergi ke kantor polisi. Sebagian besar ditahan selama beberapa jam dan diminta untuk menandatangani surat janji mereka tidak akan melakukannya lagi. Dan sebagian besar sekarang telah menghapus postingan mereka." kata warga yang tidak berkenan disebutkan namanya.
Sampai saat ini, belum ada keterangan lebih lanjut dari pemerintah Guangzhou terkait demo yang berujung bentrok itu. Namun menurut informasi yang beredar aksi demo ini merupakan serangkaian bentuk kekecewaan para pekerja di pusat manufaktur terbesar di China, Guangzhou atas kebijakan nol-covid.
Para demonstran yang frustasi dengan pembatasan Covid kompak menyerukan pelengseran presiden Xi Jinping agar mundur dari kursi kepemimpinan di China, mereka menganggap bahwa kebijakan yang diterapkan oleh Jinping semakin menekan aktivitas masyarakat hingga mengganggu roda perekonomian warga dan memicu kerugian besar pada ekonomi negara.
Reuters mencatat aktivitas manufaktur dan jasa China untuk bulan November membukukan kemunduran, terendah sejak penguncian Shanghai di April lalu.
Tak hanya itu kepala Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva juga turut memproyeksikan apabila perkiraan pertumbuhan China susut di sepanjang 2022, akibat kebijakan lockdown.
Baca juga: Bursa Saham Hong Kong Naik Usai China Tingkatkan Vaksinasi untuk Lansia
Alasan ini yang membuat jutaan masyarakat China melakukan aksi demo, dengan turun di jalanan untuk memprotes kebijakan pembatasan wilayah yang telah diberlakukan Jinping selama tiga tahun terakhir.
Lebih lanjut usai memanasnya demo yang terjadi di sejumlah wilayah selama beberapa hari terakhir, pemerintah China kini mulai meringankan sejumlah aturan ketat pandemi COVID-19. Meski pelonggaran tak sepenuhnya di buka, namun tindakan ini diharap dapat menenangkan para pengunjuk rasa, khususnya yang menyerukan Presiden Xi Jinping mundur.