Prancis Dukung Proposal Uni Eropa soal Pengadilan Perang atas Invasi Rusia ke Ukraina
Prancis mendukung proposal Uni Eropa soal pengadilan perang atas invasi Rusia ke Ukraina. Pengadilan ini ditujukan bagi pejabat Rusia, termasuk Putin.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Prancis mendukung adanya pengadilan militer untuk pejabat Rusia yang terlibat dalam invasi Rusia ke Ukraina.
Paris adalah negara barat besar pertama yang secara terbuka mendukung proposal Uni Eropa tentang pengadilan khusus untuk mengadili kejahatan agresi tersebut.
Dalam pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan mendukung gagasan itu.
Niat yang ditunjukkan Prancis dipandang sebagai langkah besar karena negara-negara barat saat ini enggan melanjutkan negosiasi mereka dengan Kremlin.
"Tujuannya adalah untuk mendapatkan konsensus seluas mungkin tentang proyek ini di antara anggota komunitas internasional," bunyi pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Prancis, dikutip dari WIO News.
Baca juga: Perluasan Militer China dan Rusia jadi Ancaman Serius, NATO Gelar Rapat di Romania
Proposal Uni Eropa soal Pengadilan atas Kejahatan Perang Rusia ke Ukraina
Sebelumnya, Uni Eropa mengusulkan pembentukan pengadilan khusus untuk mengadili pejabat tinggi Rusia atas konflik yang sedang berlangsung di Ukraina.
Dalam proposal tersebut, Uni Eropa mengatakan pengadilan akan dibentuk setelah diskusi yang tepat dengan semua negara anggota Uni Eropa.
Jika diterima, lingkup penyelidikan akan mencakup pejabat Rusia yang terlibat invasi, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin.
Uni Eropa dan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen akan bekerja dengan mitra Eropa untuk mewujudkannya, jika anggota setuju, dikutip dari Kyiv Independent.
Baca juga: Rusia Ancam NATO akan Jadi Target Militer Moskow Jika Nekat Pasok Rudal Patriot ke Ukraina
Tanggapan Rusia
Upaya Uni Eropa tersebut bukanlah yang pertama.
Sebelumnya, Pengadilan Pidana Internasional (ICC) telah merencanakan pengadilan atas kejahatan perang Rusia di Ukraina.
Namun, Rusia belum menandatangani perjanjian ICC.