Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Iran akan Tinjau UU yang Wajibkan Perempuan untuk Berhijab

Pihak berwenang Iran mengatakan mereka akan meninjau undang-undang yang mewajibkan perempuan untuk berhijab.

Penulis: Rica Agustina
Editor: Ayu Miftakhul Husna
zoom-in Iran akan Tinjau UU yang Wajibkan Perempuan untuk Berhijab
OZAN KOSE / AFP
Seorang pengunjuk rasa memegang potret Mahsa Amini. - Pihak berwenang Iran mengatakan mereka akan meninjau undang-undang yang mewajibkan perempuan untuk berhijab. 

TRIBUNNEWS.COM - Pihak berwenang Iran mengatakan mereka akan meninjau undang-undang berusia puluhan tahun yang mewajibkan perempuan untuk berhijab.

Upaya itu dilakukan untuk meredamkan lebih dari dua bulan protes terkait dengan aturan berpakaian.

"Baik parlemen dan kehakiman sedang bekerja [dalam masalah ini] apakah undang-undang tersebut memerlukan perubahan," kata Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri pada Sabtu (3/12/2022).

Dikutip oleh sebuah kantor berita Iran, dia tidak merinci apa yang dapat diubah dalam undang-undang itu oleh kedua badan tersebut, yang sebagian besar berada di tangan kaum konservatif.

"Tim peninjau bertemu pada hari Rabu dengan komisi kebudayaan parlemen dan akan melihat hasilnya dalam satu atau dua minggu," kata jaksa agung sebagaimana dikutip The Guardian.

Presiden Ebrahim Raisi mengatakan republik Iran dan yayasan Islam secara konstitusional mengakar.

Baca juga: Aparat Hukum Iran Eksekusi Mati Empat Kolaborator Mata-mata Israel

"Tapi ada metode pelaksanaan konstitusi yang bisa fleksibel," katanya dalam komentar di televisi pada Sabtu (3/12/2022).

Berita Rekomendasi

Protes dimulai pada 16 September setelah kematian dalam tahanan Mahsa Amini.

Mahsa Amini adalah warga Iran berusia 22 tahun asal Kurdi yang ditangkap oleh polisi moral karena diduga melanggar hukum berbasis syariah.

Selama beberapa minggu berikutnya para demonstran membakar penutup kepala mereka dan meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah.

Setelah kematian Mahsa Amini, semakin banyak wanita yang tidak mengenakan jilbab, terutama di bagian utara Teheran.

Jilbab menjadi wajib bagi semua wanita di Iran pada April 1983, empat tahun setelah Revolusi Islam yang menggulingkan monarki yang didukung Amerika Serikat (AS).

Ini tetap menjadi masalah yang sangat sensitif di negara di mana kaum konservatif bersikeras bahwa itu wajib, sementara kaum reformis ingin menyerahkannya pada pilihan individu.

Pada bulan Juli tahun ini Ebrahim Raisi, seorang ultra-konservatif, menyerukan mobilisasi semua lembaga negara untuk menegakkan hukum jilbab.

Pada bulan September, partai reformis utama Iran menyerukan agar undang-undang jilbab dibatalkan.

Partai Persatuan Rakyat Islam Iran, yang dibentuk oleh kerabat mantan presiden reformis Mohammad Khatami, pada hari Sabtu menuntut pihak berwenang menyiapkan elemen hukum untuk membuka jalan bagi pembatalan undang-undang wajib jilbab.

Kelompok oposisi itu juga menyerukan republik Islam itu untuk secara resmi mengumumkan penghentian kegiatan polisi moralitas dan mengizinkan demonstrasi damai, katanya dalam sebuah pernyataan.

Iran menuduh musuh bebuyutannya AS dan sekutunya, termasuk Inggris, Israel, dan kelompok Kurdi yang berbasis di luar negeri, mengobarkan protes jalanan yang disebut pemerintah sebagai "kerusuhan".

Organisasi non-pemerintah Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Oslo pada Selasa (29/11/2022) mengatakan setidaknya 448 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan dalam protes nasional yang sedang berlangsung.

Kepala Hak Asasi Manusia Volker Turk mengatakan pekan lalu bahwa 14.000 orang, termasuk anak-anak, telah ditangkap dalam penumpasan protes.

Kampanye penangkapan telah menjerat olahragawan, selebritas, dan jurnalis.

Di antara tokoh terbaru yang ditangkap adalah bintang film Mitra Hajjar, yang ditahan di rumahnya pada hari Sabtu, menurut surat kabar reformis Shargh.

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas