Iran Bakal Membubarkan Polisi Moral, Undang-Undang Hijab Ditinjau
Polisi moral di Iran bakal dibubarkan setelah protes yang berkelanjutan terus terjadi selama tiga bulan terakhir.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Agung Iran, Mohammad Jafar Montazeri disebut bakal membubarkan polisi moral di negaranya.
Meski demikian ucapan Montazeri tersebut belum bisa dikonfirmasi.
Selama tiga bulan terakhir, Iran dilanda protes terkait kematian Mahsa Amini.
Mahsa Amini tewas setelah ditahan polisi moral karena diduga melanggar aturan ketat soal hijab.
Dikutip dari BBC, Mohammad Jafar Montazeri menyebut polisi moral sudah dibubarkan.
"Polisi moralitas tidak ada hubungannya dengan peradilan dan telah ditutup dari tempat mereka didirikan," kata Montazeri saat menghadiri konferensi agama, Minggu (4/12/2022).
Baca juga: Iran akan Tinjau UU yang Wajibkan Perempuan untuk Berhijab
Kontrol kekuatan, lanjut Montazeri, terletak pada kementerian dalam negeri, bukan pada peradilan.
Pada hari Sabtu, Montazeri juga mengatakan kepada parlemen Iran bahwa undang-undang yang mewajibkan wanita mengenakan jilbab akan ditinjau.
Bahkan jika polisi moral ditutup, ini tidak berarti undang-undang yang sudah berumur puluhan tahun akan diubah.
Kemunduran Republik Islam
Televisi negara Al-Alam berbahasa Arab mengklaim media asing menggambarkan komentar Montazeri sebagai "kemunduran pihak Republik Islam".
Dikutip dari CNN, hal itu terlihat dari sikapnya terhadap jilbab dan moralitas agama sebagai akibat dari protes.
Baca juga: Aparat Hukum Iran Eksekusi Mati Empat Kolaborator Mata-mata Israel
Akan tetapi, itu semua dapat dipahami dari komentarnya adalah bahwa polisi moralitas tidak berhubungan langsung dengan peradilan.
"Tetapi tidak ada pejabat Republik Islam Iran yang mengatakan bahwa Patroli Bimbingan telah ditutup," kata Al-Alam Minggu sore.
"Beberapa media asing telah mencoba menafsirkan kata-kata ini oleh Jaksa Agung sebagai Republik Islam mundur dari masalah jilbab dan kesopanan dan mengklaim bahwa itu karena kerusuhan baru-baru ini," lanjut pernyataan TV tersebut.
Ucapan itu diucapkan di Qom, yang dianggap sebagai kota suci dalam Siha Islam.
Keresahan dan Kekerasan yang Bekepanjangan
Demonstran yang didominasi oleh wanita di Iran, membakar hijab dan memotong rambut mereka sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan.
Baca juga: PBB Usut Pelanggaran HAM selama Protes di Iran, Soroti Penahanan 14 Ribu Orang dan 300 Kematian
Slogan "Kebebasan Hidup Wanita" telah menjadi seruan bagi para pengunjuk rasa.
Pihak berwenang Iran menuduh Amerika Serikat, Israel, kekuatan Eropa, dan Arab Saudi berada di balik kerusuhan yang terus berlangsung.
Iran mengatakan, mereka menggunakan kematian Amini sebagai "alasan" untuk menargetkan negara dan yayasannya.
Dikutip dari Al Jazeera, jilbab, yang diwajibkan sejak tak lama setelah revolusi Islam negara itu tahun 1979, telah menjadi isu ideologis sentral bagi otoritas Iran.
Namun, mereka baru-baru ini mengisyaratkan bahwa mereka dapat merevisi cara penerapan aturan berpakaian wajib tanpa merinci secara spesifik.
Baca juga: Iran Jatuhkan Hukuman Mati terhadap Demonstran untuk Pertama Kali
Sejumlah pejabat lokal sebelumnya mengisyaratkan metode seperti menggunakan kecerdasan buatan atau rekaman kamera untuk menjatuhkan hukuman finansial kepada para pelanggar.
Selama beberapa bulan unjuk rasa, para demonstran telah mengalami beberapa kekerasan.
Pihak berwenang telah melakukan tindakan keras yang mematikan terhadap para demonstran, dengan laporan penahanan paksa dan penganiayaan fisik yang digunakan untuk menargetkan kelompok minoritas Kurdi di negara itu.
Dalam investigasi CNN baru-baru ini, kesaksian rahasia mengungkapkan kekerasan seksual terhadap pengunjuk rasa, termasuk anak laki-laki, terjadi di pusat penahanan Iran sejak awal kerusuhan.
(Tribunnews.com/Whiesa)