Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presiden Macron Melihat ‘Kebencian’ di Mata Putin Terhadap Barat

Presiden Prancis Emmanuel Macron menilai Presiden Rusia Vladimir Putin memiliki 'kebencian' ke kekuatan barat yang ingin hancurkan Rusia.

Penulis: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Presiden Macron Melihat ‘Kebencian’ di Mata Putin Terhadap Barat
SPUTNIK / AFP
Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) di Moskow pada 7 Februari 2022, untuk pembicaraan dalam upaya menemukan titik temu di Ukraina dan NATO. 

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, ia melihat ada semacam kebencian di mata Presiden Vladimir Putin terhadap kekuatan barat.

Putin menurut Macron berkeyakinan kekuatan barat ingin memusnahkan negaranya lewat perang di Ukraina. Macron mengemukakan penilaiannya dalam wawancara stasiun televisi Amerika, CBS.

Berbicara kepada penyiar CBS News, Minggu (4/12/2022), Macron diminta untuk memberikan pandangannya tentang apa yang dia lihat tentang Vladimir Putin.

Sama seperti yang dilakukan mantan Presiden AS George W Bush pada 2001 ketika dia menilai Vladimir Putin. “Saya menemukan dia sangat lugas dan dapat dipercaya,” kata Bush saat itu.

Presiden Prancis itu menjawab dia kini melihat semacam kebencian, yang dia yakini ditujukan ke dunia barat, termasuk Uni Eropa dan AS.

Hal itu didukung perasaan dan perspektif kekuatan barat, termasuk juga Prancis yang bergabung Uni Eropa dan NATO, ingin menghancurkan Rusia.

Baca juga: Tolak Diplomasi AS, Vladimir Putin Targetkan Infrastruktur Energi Ukraina sebagai Serangan Balasan

Baca juga: Putin Tolak Damai dengan Ukraina jika AS dan Sekutu Tak Akui 4 Wilayah Baru Federasi Rusia

Baca juga: Jubir Kremlin: Putin Terbuka untuk Pembicaraan dan Diplomasi dengan Ukraina

“Saya tidak percaya ini adalah perspektif kami. Itu tidak pernah menjadi perspektif kami di Prancis,” dalih Macron.

BERITA REKOMENDASI

Ia menambahkan selama negosiasi dengan mitranya dari Rusia itu, dia merasakan pandangan Putin tentang nasibnya sendiri.

“Ada kesadaran yang jelas tentang bagaimana orang Rusia (seorang) orang hebat, dengan sejarah hebat,” kata Macron.

“Perspektifnya dan mungkin takdirnya adalah memulihkan, mungkin, sebuah kerajaan (kekaisaran Rusia),” lanjut Macron.

Pemimpin Prancis itu menekankan, dia telah berusaha untuk tetap membuka dialog dengan Putin di tengah konflik Ukraina.

“Saya selalu menjaga diskusi rutin dan kontak langsung dengan Presiden Putin. Karena saya percaya cara terbaik terlibat kembali adalah mempertahankan saluran langsung ini,” katanya.


Isolasi Itu Hal Terburuk

Menurutnya isolasi adalah hal terburuk, terutama bagi seorang pemimpin seperti Putin. Ironisnya, Prancis turut serta dalam usaha mengisolasi Rusia lewat berbagai sanksi ala AS dan Uni Eropa.

Prancis mengutuk operasi militer Moskow di Ukraina, dan mengambil bagian dalam sanksi barat terhadap Rusia.

Prancis juga memasok aneka persenjataan tempur ke Ukraina, termasuk system pertahanan artileri udara dan rudal antitank Milan buatan Prancis.

Macron pekan lalu bersikeras NATO harus menyiapkan jaminan akhir untuk keamanan Rusia pada saat konflik di Ukraina diselesaikan.

Desember lalu, Rusia mengajukan daftar tuntutan keamanan kepada AS dan NATO.

Moskow meminta barat untuk memberlakukan larangan Ukraina memasuki blok militer, sambil bersikeras NATO harus mundur ke perbatasannya pada 1997 sebelum diperluas.

Tuntutan Rusia itu ditolak barat yang dimotori AS dan Inggris.

Emmanuel Macron akhir pekan lalu kepada televisi nasional Prancis mengingatkan soal jaminan akhir untuk keamanan Rusia setelah penyelesaian konflik di Ukraina.

Macron adalah pemimpin kedua negara UE minggu ini yang secara terbuka membahas hubungan masa depan barat dengan Rusia.

Dalam sebuah wawancara dengan jaringan TF1 dan LCI Prancis, Macron menggambarkan pertemuannya dengan Presiden AS Joe Biden minggu ini sebagai "kesuksesan".

Kedua pemimpin telah mulai membahas seperti apa "perdamaian" setelah konflik di Ukraina nantinya.

Macron mengatakan NATO kemungkinan akan menjadi “salah satu subjek perdamaian.”

Dia terjebak dengan mantra aliansi bahwa Ukraina sendiri yang akan memutuskan kapan akan bernegosiasi dengan Rusia, dan berjanji melakukan yang maksimal untuk mendukung Kiev.

Ukraina tiba-tiba menarik diri dari pembicaraan dengan Rusia pada April sesudah seri perundingan di Istanbul, Turki.

Presiden Ukraina Volodymir Zelensky sejak itu melarang negosiasi dengan Putin dan menyatakan niatnya untuk merebut wilayah Krimea Rusia.

Sementara Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan tetap terbuka untuk melanjutkan negosiasi dengan Kiev.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pada Oktober, pihak lain harus terlibat, karena setiap kesepakatan antara Ukraina dan Rusia akan "segera dibatalkan atas perintah" barat.

Macron bukan satu-satunya pemimpin negara UE yang secara terbuka membahas potensi pengaturan pascakonflik dalam beberapa hari terakhir.

Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan kepada Forum Keamanan Berlin pada Rabu lalu, negaranya kemungkinan tidak akan pernah kembali ke "kemitraan" pra-2022 dengan Rusia.

Tapi Jerman akan bersedia untuk membahas kontrol senjata dan perjanjian penyebaran rudal dengan Moskow di masa depan.

Perjanjian semacam itu, katanya, membentuk “dasar bagi perdamaian dan ketertiban keamanan” di Eropa sejak akhir Perang Dingin.

Namun, seperti Macron, Scholz berjanji untuk menjaga agar pasokan senjata ke Ukraina tetap mengalir "selama diperlukan".

Frasa ini sering digunakan kedua pemimpin, serta Biden, ketika merujuk pada pengiriman senjata bernilai miliaran dolar mereka ke Kiev.

Rusia telah berulang kali memperingatkan pengiriman ini berisiko memperpanjang konflik, sekaligus menjadikan barat sebagai peserta de-facto pertempuran di Ukraina.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas