Zelensky Minta Amerika Serikat Dukung Pengadilan Khusus untuk Presiden Rusia Vladimir Putin
Zelensky minta Amerika Serikat dukung pembentukan Pengadilan khusus untuk Presiden Rusia Vladimir Putin atas invasi yang dilakukan ke Ukraina.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak Amerika Serikat untuk mendukung pembentukan pengadilan khusus untuk mengadili Presiden Rusia Vladimir Putin.
“Perdamaian tidak mungkin tanpa keadilan dan keadilan tidak mungkin tanpa proses hukum,” kata Zelensky dalam pesan video yang dibacakan oleh Kepala Staf Kepresidenan Ukraina, Andriy Yermak, Rabu (7/12/2022).
Ukraina saat itu hadir dalam acara yang diadakan oleh Institut Perdamaian Amerika Serikat.
“Inilah mengapa formula perdamaian ini sangat diperlukan untuk membentuk pengadilan khusus untuk kejahatan agresi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina,” tambahnya.
Permohonan Presiden Zelensky ini datang setelah Ukraina melobi negara-negara Eropa untuk membentuk pengadilan khusus selama beberapa bulan lalu.
Baca juga: Majalah Time Nobatkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky jadi Person of The Year 2022
Namun, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Den Haag tidak dapat menuntut warga negara dari negara non-partai dengan kejahatan agresi.
Sedangkan, Rusia bukan penandatangan, seperti diberitakan Al Jazeera.
Berbeda dari keinginan Zelensky, ICC malah menyelidiki kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Ukraina.
Namun, beberapa ahli meragukan legalitas pengadilan khusus dan keprihatinan atas masalah keadilan selektif.
UE dukung Ukraina
Pada pekan lalu, beberapa negara anggota Uni Eropa (UE) menyatakan dukungannya pada Ukraina.
Ketua Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen mendukung proposal untuk menggelar pengadilan khusus bagi Putin.
Prancis menjadi negara pendukung pertama, diikuti negara-negara Baltik dan Belanda.
Namun, AS, Jerman, dan Inggris Raya menyatakan keberatan.
Von der Leyen mengatakan pengadilan khusus hanya dapat dibentuk denagn dukungan dari Perserikatan Bangas-Bangsa (PBB).
Karena Rusia memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB karena statusnya sebagai anggota tetap, pemungutan suara hanya dapat dilakukan di majelis umum PBB.
Rusia dengan keras menolak proposal tersebut, sehingga dokumen itu tidak akan memiliki legitimasi.
Baca juga: Presiden Rusia Vladimir Putin Kunjungi Jembatan Kerch Krimea yang Dibom Oktober 2022
Komisi UE mengusulkan dua opsi.
Opsi pertama, membuat pengadilan internasional mandiri berdasarkan perjanjian multilateral.
Pilihan kedua, mengadakan pengadilan hibrida yang terintegrasi ke dalam sistem peradilan nasional dengan hakim internasional.
Dalam kedua kasus tersebut, restu PBB sangat penting.
“Kami siap untuk mulai bekerja dengan komunitas internasional untuk mendapatkan dukungan internasional seluas mungkin untuk pengadilan khusus ini,” kata Von der Leyen, Senin (5/12/2022), seperti diberitakan The Washington Post.
Pengadilan khusus itu akan menargetkan sejumlah kecil terdakwa, termasuk kepemimpinan politik Rusia Vladimir Putin dan pemimpin militer senior.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina