Anggota Wagner Dilaporkan Terluka Parah dalam Percobaan Pembunuhan di Republik Afrika Tengah
Seorang warga Rusia yang terkait erat dengan Group Wagner dilaporkan terluka parah dalam upaya pembunuhan di Republik Afrika Tengah.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Seorang warga Rusia yang terkait erat dengan Group Wagner dilaporkan terluka parah dalam upaya pembunuhan di Republik Afrika Tengah (CAR), menurut kepala kelompok itu, Yevgeny Prigozhin dan pemerintah Moskow.
Menurut layanan pers Concord, perusahaan induk milik Prigozhin, Dmitry Syty, yang menjalankan 'Russian House' di Ibu Kota CAR, Bangui, menerima paket yang kemudian meledak.
Menurut Prigozhin, kata-kata terakhir Syty sebelum jatuh pingsan dan dibawa ke rumah sakit adalah: "Saya melihat catatan; ini unutkmu dari seluruh Prancis, Rusia akan keluar dari Afrika".
Lebih jauh, kehadiran Wagner di CAR, menjadi kontroversi.
Dilansir CNN, CAR merupakan tempat Syty berlatih dan bertempur dengan angkatan bersenjata lokal.
Investigasi CNN mengaitkan Wagner dan entitas terkait dengan perdagangan berlian yang menguntungkan di Afrika tengah serta berbagai pelanggaran hak asasi manusia di negara itu.
Baca juga: Pemuda Zambia Terbunuh saat Jadi Bagian Pasukan Wagner Rusia, Jasadnya Dipulangkan 3 Bulan Kemudian
Tim CNN bertemu Syty pada 2019 lalu, ketika dia terlibat dalam mediasi antara pemerintah CAR dan kelompok pemberontak.
Syty juga merupakan pendiri perusahaan berlian yang terkait dengan kerajaan bisnis Prigozhin.
Pesan ancaman
Sementara itu, Prigozhin menuduh Prancis berada di balik serangan terhadap Syty.
"Pada 1 Februari 2022, 'Russian House' dibuka di Republik Afrika Tengah, yang selama ratusan tahun ditindas oleh Prancis," kata Prigozhin.
Menurutnya, penjajahan itu telah menghancurkan penduduk dan menjarah kekayaan Republik Afrika Tengah.
Baca juga: Pejabat Ukraina: Tentara Bayaran Wagner Rusia Tewas dalam Serangan di Sebuah Hotel
"Pada 11 November, Dmitry Syty menerima paket dari Togo berisi foto putranya yang tinggal di Prancis," jelasnya.
"Paket itu berisi catatan yang mengatakan bahwa lain kali dia akan menerima kepala putranya jika 'Rusia tidak keluar dari benua Afrika dan membuka pintu untuk Prancis'," paparnya.