Analisis Intelijen: 25 Persen Penembakan Massal di AS Dipicu Teori Konspirasi dan Ideologi Kebencian
Sebanyak 39 kali aksi penembakan massal telah mengguncang Amerika Serikat hanya dalam tempo tiga pekan di awal tahun 2023 ini.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Hanya dalam tiga minggu di awal tahun 2023 ini, Amerika Serikat (AS) telah diguncang 39 kali aksi penembakan massal.
Selama tahun 2020, lebih dari 45.000 orang Amerika tewas karena kekerasan senjata, termasuk tindakan bunuh diri. Aksi ini terus meningkat di abad ke-21.
Sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini oleh Dinas Rahasia AS (USSS) menyimpulkan bahwa sekitar 25 persen penembakan massal yang terjadi di AS, dipicu teori konspirasi atau ideologi kebencian yang dianut pelaku.
Studi tersebut diterbitkan pada Rabu kemarin oleh badan polisi federal yang bertugas melindungi Presiden AS dan anggota senior lainnya di pemerintahan negara itu.
USSS menyatakan, 173 insiden sejak 2016 hingga 2020, di mana tiga orang atau lebih terluka dalam serangan di ruang publik, termasuk tempat kerja, sekolah, rumah ibadah, pangkalan militer, penyedia layanan nirlaba, kompleks perumahan, transportasi umum serta ruang terbuka.
Dikutip dari Sputnik News, Kamis (26/1/2023), USSS mengatakan pihaknya melakukan penelitian untuk membantu masyarakat mengidentifikasi ancaman yang meningkat dan mengatasinya sebelum berubah menjadi aksi kekerasan.
Upaya ini dilakukan dengan menyoroti perilaku yang dapat diamati dan harus menjadi perhatian.
Di antara temuan mereka adalah bahwa 25 persen atau seperempat pelaku 'mengikuti sistem kepercayaan yang melibatkan konspirasi atau ideologi kebencian, termasuk pandangan anti pemerintah, anti semit dan misoginis'.
Baca juga: Tersangka Penembakan Half Moon Bay California Hadapi 7 Dakwaan Pembunuhan
Namun, setengah dari pelaku termotivasi masalah pribadi, seperti keluhan dengan teman atau keluarga, rekan kerja serta 'membalas tindakan buruk yang dialami'.
USSS juga menemukan bahwa sebagian besar penyerang menggunakan senjata api yang mereka peroleh secara ilegal, dan banyak yang memiliki riwayat 'perilaku agresif atau mengintimidasi secara fisik'.
Baca juga: Penembakan Brutal di Circle K Washington Tewaskan 3 Orang, Pelaku Ditemukan Tewas Diduga Bunuh Diri
Sementara itu, lebih dari separuh penyerang mengalami masalah kesehatan mental sebelum atau pada saat mereka melakukan serangan.
Banyak pula yang mengalami peristiwa stres dalam hidup mereka, dengan beberapa di antaranya memiliki peristiwa pemicu khusus sebelum akhirnya melakukan serangan.
Perli diketahui, platform online dipilih sebagai media utama di mana orang menjadi mudah terpapar dan ditanamkan dengan ideologi kebencian.
Baca juga: Tersangka Penembakan Massal di Monterey Park California, Akhiri Hidup di Dalam Van Putih