Indonesia Desak Adanya Transparansi Soal Kerja Sama Pakta Pertahanan AUKUS
Indonesia juga menyampaikan pentingnya komitmen kepatuhan terhadap non-proliferasi nuklir, serta mematuhi NPT dan IAEA Safeguards.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia menekankan kembali pentingnya transparansi kerja sama AUKUS (Australia, United Kingdom/Inggris, dan USA/Amerika Serikat), yang menjadi kebijakan pertahanan dan keamanan Australia.
Indonesia juga menyampaikan pentingnya komitmen kepatuhan terhadap non-proliferasi nuklir, serta mematuhi NPT dan IAEA Safeguards.
Menteri Luar Negeri Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi mengatakan hal tersebut pada konferensi pers virtual terkait kunjungan dua hari di Canberra, Australia pada tanggal 8 dan 9 Februari 2023.
"Saya tegaskan bahwa upaya kita untuk meningkatkan pertahanan dan keamanan nasional harus dilakukan sebagai building block dalam menciptakan stabilitas dan perdamaian di kawasan yang lebih luas," kata Retno, Kamis (9/2/2022).
Pertemuan 2+2, antara Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Indonesia dan Australia di Canberra, dihadiri Menhan Prabowo, Menlu Australia Penny Wong dan Menteri Pertahanan Australia Richard Marles.
Retno juga menyampaikan kekhawatiran Indonesia meningkatnya rivalitas di kawasan.
Sebab jika tidak dikelola dengan baik, rivalitas tersebut dapat menjadi konflik terbuka yang sangat berdampak terhadap kawasan.
Baca juga: Inggris Klaim AUKUS Junjung Tinggi Standar Non-Proliferasi Nuklir Secara Serius
Indonesia terus mengajak Australia agar bersama-sama dapat menjadi positive force dalam menjaga kawasan Indo-Pasifik yang damai, stabil, dan sejahtera.
Indonesia juga menyampaikan kembali cara pandang mengenai Indo-Pasifik yang mengedepankan kerja sama inklusif di bidang ekonomi dan pembangunan.
"Harapannya, dengan kerja sama inklusif, ketegangan ini dapat diturunkan," ujarnya.
Menlu RI juga menyampaikan penekanan mengenai pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional, khususnya UNCLOS 1982, agar laut menjadi kekuatan yang mendukung
perdamaian dan kemakmuran.
Retno mengatakan kondisi kondusif harus diciptakan oleh semua pihak di Laut Tiongkok
Selatan.
Ia juga menekankan pentingnya mengatasi tantangan maritim non-tradisional khususnya human trafficking dan IUU fishing.