Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perangkat Lunak Buatan China Disorot Setelah Dephan Australia Copot CCTV Karena Takut Dimata-matai

Setidaknya satu unit kamera CCTV Tiongkok juga ditemukan di areal gedung Kementerian Pertahanan Australia.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Perangkat Lunak Buatan China Disorot Setelah Dephan Australia Copot CCTV Karena Takut Dimata-matai
NET
CCTV kamera 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Departemen Pertahanan (Dephan) Australia telah memutuskan untuk mencopot dan mengganti semua kamera pengawas atau CCTV buatan China diseluruh wilayah negara, khususnya yang berada di gedung dan kantor pemerintahan karena kekhawatiran akan keamanan nasional.

Keputusan ini diambil setelah garda terdepan pertahanan negeri kangguru ini bersama beberapa unsur pemerintahan Australia, menemukan 900 kamera pengawas buatan Beijing dalam audit yang mereka lakukan beberapa waktu lalu.

Hasil audit tersebut menemukan lebih dari 200 kamera pengawas ‘made in China’ yang terpasang di areal dalam dan luar kantor kementerian, termasuk kementerian luar negeri dan kejaksaan agung.

Setidaknya satu unit kamera CCTV Tiongkok juga ditemukan di areal gedung Kementerian Pertahanan Australia.

Baca juga: Tambang Batu Bara di China Runtuh, 2 Pekerja Tewas 53 Lainnya Hilang

Namun disinyalir masih banyak kamera CCTV China di dalam Kementerian Pertahanan Australia.

Menanggapi hal ini, Dewan Pimpinan Pusat Pelajar Islam Indonesia (DPP PII) menghimbau agar negara-negara dunia khususnya Indonesia, untuk lebih cermat dalam menggunakan perangkat lunak buatan China, yang disinyalir digunakan Beijing sebagai kegiatan mata-mata Ilegal Tiongkok.

Wakil bendahara umum DPP PII, Furqan Raka menyebut barang-barang Tiongkok yang murah dan memiliki tekhnologi terbaru memang menjadi daya tarik luar biasa sehingga hampir sebagian besar penggunanya namun  tidak sadar dengan ancaman terhadap keamanan privasi mereka.

Berita Rekomendasi

“Amerika Serikat dan Inggris lebih dahulu sadar dengan keamanan kedaulatan negara mereka, yang rentan ‘disadap’ oleh Beijing,” kata Furqan Raka kepada wartawan, Jum’at (24/2/2023).

Sekarang Australia, lanjut Furqan Raka, yang baru sadar jika mata China ada dimana-mana.

Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles, memastikan pihaknya akan mengikuti langkah serupa yang diambil oleh Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

Richard Marles mengatakan para perwiranya akan menggeledah dan mencopot semua kamera yang ditemukan di banyak kantor dan fasilitas departemen pertahanan.

Senada dengan Richard Marles, Menteri Bayangan Keamanan Siber untuk Partai Liberal, James Paterson, meminta semua kamera di seluruh kantor pemerintah perlu dihapus, karena Australia tidak mungkin mengetahui apakah data yang dikumpulkan oleh perangkat buatan China ini diserahkan kepada badan intelijen Beijing.

“Negara-negara dunia khususnya Indonesia seyogianya mencontoh Amerika Serikat, Inggris dan Australia yang mulai berani menanggalkan semua peralatan dan tekhnologi China, ini bicara kedaulatan negara,” jelas Furqan Raka.

Pada November 2022, pemerintah Inggris melarang penggunaan kamera yang dibuat oleh Hikvision di situs "sensitif", dengan alasan ancaman terhadap Inggris.

67 anggota parlemen Inggris juga telah mendesak pemerintah untuk melarang kamera CCTV Hikvision dan Dahua, setelah terbit laporan bahwa peralatan mereka digunakan untuk memata-matai orang Uighur di Xinjiang.

Sementara Amerika Serikat bahkan telah memasukkan kamera buatan Hikvision dan Dahua dalam daftar hitam, di negeri Paman Sam.

Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) juga telah mengeluarkan larangan memasang peralatan pengawasan telekomunikasi dan video dari beberapa merek China terkemuka termasuk Hikvision dan Dahua di Amerika Serikat, untuk melindungi jaringan komunikasi negara tersebut.

“Amerika Serikat mengharamkan impor peralatan pengawasan yang dibuat oleh Hikvision dan Dahua karena dianggap menimbulkan risiko terhadap keamanan nasional,” papar Furqan Raka.

Mengutip EurAsian Times, pada 2015, seorang insinyur Hikvision bernama Li Yanxiang yang menulis sebuah artikel tentang pekerjaannya bersama pakar senjata dari Departemen Persenjataan Umum Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA), menjelaskan bagaimana teknologi pengawasan dapat digunakan untuk tujuan militer.

Li mengatakan pekerjaannya melibatkan penggunaan teknologi pengawasan untuk meningkatkan akurasi rudal yang ditembakkan dari sistem permukaan-ke-udara dan permukaan-ke-permukaan menggunakan peluncur tetap dan bergerak.

“(Kita harus) menggunakan kamera pengintai untuk menangkap saat rudal mencapai atau meleset dari target dan mengumpulkan kecepatan angin, suhu, serta kelembaban udara. Kemudian kita dapat menghitung apakah sudut datangnya benar dan di sudut mana rudal memiliki kekuatan penetrasi/mematikan yang paling kuat,” tulis Li.

Ia kemudian berbicara singkat tentang sistem pengawasan yang akan disediakan oleh Hikvision. “Kita perlu menggunakan kamera berkecepatan tinggi, yang dapat menangkap setidaknya 200 hingga 500 frame per detik. Dengan banyaknya rekaman, kami perlu membangun server memori lokal dan catu daya.”

Ini berarti bahwa teknologi pengawasan dapat digunakan untuk serangan rudal presisi di lokasi strategis seperti pusat pemerintahan penting atau kawasan industri, dan sebagainya.

“Negara-negara dunia lainnya ternasuk Indonesia masih banyak memasang CCTV buatan China di lokasi-lokasi strategis. Ayo, lindungi negara kita dengan mencopot semua kamera CCTV China,” pungkas Furqan Raka.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas