Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aksi Protes Besar-besaran Menentang Kebijakan Macron Terus Berlanjut

Jumlah pengunjuk rasa yang besar Kamis kemarin, mengikuti keputusan pemerintahan Macron pada awal pekan ini untuk menggunakan hak istimewa eksekutif

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Aksi Protes Besar-besaran Menentang Kebijakan Macron Terus Berlanjut
Odd ANDERSEN / AFP
Presiden Prancis Emmanuel Macron - Meskipun ditentang keras dan seruan untuk mengundurkan diri kian terdengar, Macron bersikeras menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun pada akhir tahun ini 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Serikat pekerja telah menyerukan pemogokan dan unjuk rasa nasional hari ke-10 berikutnya untuk menentang wacana kebijakan Presiden Emmanuel Macron terkait reformasi pensiun.

Aksi protes itu akan diadakan pada 28 Maret mendatang.

Perkembangan tersebut pun berpotensi mengganggu rencana kunjungan Raja Inggris Charles III, yang dijadwalkan akan melakukan perjalanan ke Bordeaux menggunakan kereta api pada hari itu.

Dikutip dari laman Russia Today, Jumat (24/3/2023), berbicara tentang protes di masa depan yang telah membangun momentum sejak Januari lalu, banyak yang mengklaim bahwa 'penolakan sosial yang kuat atas proyek ini adalah sah dan ekspresinya harus dilanjutkan'.

Jumlah pengunjuk rasa yang besar pada Kamis kemarin, mengikuti keputusan pemerintahan Macron pada awal pekan ini untuk menggunakan hak istimewa eksekutif demi meloloskan Rancangan Undang-undang (RUU) Reformasi Pensiun tanpa pemungutan suara parlemen.

Baca juga: Gagal Bertemu Menkopolhukam, Pendemo Sebut Ada Unjuk Rasa Susulan Tolak Kedatangan Timnas U20 Israel

Meskipun ditentang keras dan seruan untuk mengundurkan diri kian terdengar, Macron bersikeras menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun pada akhir tahun ini.

Berita Rekomendasi

Ia berargumen bahwa kegagalan untuk melakukannya akan menyebabkan seluruh sistem pensiun Prancis runtuh.

Macron, yang kini merosot peringkatnya hingga di bawah 30 persen sejak awal krisis, mengatakan pada Rabu lalu bahwa dirinya akan selalu memilih masa depan negara daripada jajak pendapat jangka pendek.

"Jika perlu menerima ketidakpopuleran hari ini, saya akan menerimanya," tegas Macron.

Namun, serikat pekerja bersikeras bahwa reformasi itu 'tidak adil',  terutama merugikan pekerja berketerampilan rendah dengan pekerjaan yang menguras fisik dan perempuan dengan karier yang terputus.

Salah satu peserta aksi protes pada Kamis kemarin mengklaim rencana Macron adalah 'hukuman mati' baginya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas