Pemerintah China Larang Minoritas Muslim Uighur Beribadah Puasa
Siswa di Uighur tidak diizinkan berpuasa dan anggota keluarga yang merupakan pegawai Pemerintah juga tidak diizinkan berpuasa Ramadan
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Bulan suci Ramadhan merupakan salah satu momen yang ditunggu–tunggu umat muslim di dunia. Namun di China, para penduduk Muslim Uighur dilarang menjalankan ibadah puasa.
Organisasi Kongres Uighur Dunia melaporkan sejumlah umat muslim di China tak dapat berpuasa, lantaran Pemerintah China mengancam akan menangkap mereka apabila ketahuan menjalankan ibadah puasa.
"Selama Ramadhan, pihak berwenang mewajibkan 1.811 warga Xinjiang untuk menerapkan sistem pemantauan sepanjang waktu, termasuk inspeksi rumah terhadap keluarga muslim Uighur, untuk memastikan agar kami tak melakukan puasa Ramadhan" kata Rishit, salah satu kelompok etnis Uighur.
Seorang pejabat di biro pendidikan daerah Xinyuan juga ikut membenarkan tindakan ekstrimisme yang dilakukan otoritas China. Ia menjelaskan orang-orang di bidang pendidikan dan setiap orang dewasa yang bekerja untuk pemerintah dilarang berpuasa selama Ramadhan.
"Siswa tidak diizinkan berpuasa dan anggota keluarga yang merupakan pegawai negeri juga tidak diizinkan," ujar pejabat di biro pendidikan Xinyuan.
Larangan berpuasa sebelumnya telah diserukan oleh Pemerintah China di bawah Presiden Xi Jinping lewat kampanye "penyatuan etnis" agar para komunitas Muslim, termasuk etnis Uighur patuh terhadap tradisi non-Islam, salah satunya meninggalkan syariat islam seperti minum alkohol dan makan daging babi.
Apabila muslim Uighur tak tunduk akan kebijakan tersebut dan ketahuan menjalankan puasa Ramadhan, otoritas pemerintahan Xi Jinping akan langsung menangkap mereka untuk dimasukan ke kamp – kamp pengasingan.
Pemerintah China memandang kegiatan beragam yang dilakukan umat Muslim sebagai ancaman yang harus diselesaikan melalui asimilasi paksa. Alasan tersebut yang membuat mereka memperketat pergerakan umat muslim sehingga mereka kesulitan melakukan perlawan.
Baca juga: Cegah Kerja Paksa Etnis Muslim Uighur, AS Larang Impor Barang Dari Xinjiang, China
Tak hanya kelompok muslim Uighur, kebijakan ini juga diberlakukan untuk 11,4 juta komunitas muslim Hui China. Serta umat-umat beragama lainnya mulai dari Kristen hingga Buddha.
Radio Free Asia mencatat dalam setidaknya saat ini sudah ada sekitar 1,8 juta warga minoritas Muslim yang ditahan imbas kampanye penyatuan, sebagian dari mereka yang tertangkap ditempatkan di kamp "pendidikan ulang" sementara sisanya dipaksa untuk melakukan pekerjaan kasar.
Baca juga: Indonesia Tolak Bahas Muslim Uighur di Dewan HAM PBB, Kemlu Beri Penjelasan
Tak hanya itu tindakan ekstrimisme ini juga menyasar para perempuan minoritas, kelompok HAM China melaporkan para otoriter tak segan melakukan perkosaan, pelecehan seksual, dan sterilisasi paksa di kamp-kamp tersebut.
“Beberapa orang secara sukarela tak menjalankan puasa karena takut, sementara yang lain berpuasa secara diam-diam agar tak ditahan, karena mereka telah melabeli kami sebagai orang fanatic agama," kata Kamina, seorang muslim Kazakh China.
Meski pelanggaran yang dilakukan pemerintah China mendapatkan kecaman dan sorotan dari sejumlah pemerintah dunia, termasuk presiden AS Joe Biden.
Baca juga: AS Berlakukan Larangan Perjalanan Bagi Pejabat China Penindas Muslim Uighur
“Amerika Serikat menentang kebijakan genosida tersebut, kami akan berdiri dalam solidaritas dengan Muslim yang terus menghadapi penindasan termasuk Uighur di Republik Rakyat Tiongkok, Rohingya di Burma, dan komunitas Muslim lainnya yang menghadapi penganiayaan di seluruh dunia,” kata Biden.
Namun kecaman tersebut tak lantas membuat otoritas Xi Jinping mundur dari kampanye "penyatuan etnis”, justru China semakin gencar memberikan tekanan pada 45 persen kaum Uighur dan komunitas muslim kainnya yang tinggal di Xinjiang.