Akademisi: Zelenskyy harus Negosiasi dengan Rusia, Bukan Minta Tambahan Senjata ke Barat
tro menekankan bahwa komedian yang berubah menjadi politisi itu harus memperhatikan pendapat umum dan mencari jalan menuju perdamaian
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Eko Sutriyanto
Pada saat itu, Ukraina harus kembali ke pembicaraan damai yang dihentikan pada April 2022 atas desakan Perdana Menteri (PM) Inggris saat itu Boris Johnson.
Negosiasi tersebut akhirnya harus mengakui proposal Rusia pada akhir 2021 untuk model hubungan baru di benua Eropa, yang mempertimbangkan masalah keamanan Rusia.
"Negosiasi yang harus dilakukan haruslah negosiasi antara Ukraina dan Rusia. Akan sangat masuk akal untuk mengikat mereka ke dalam serangkaian negosiasi yang lebih besar antara Rusia dan Eropa mengenai perdamaian dan penyelesaian baru pascaperang di Eropa, yang akan memberi Rusia tempat bagi para jenderal dalam pengaturan keamanan umum untuk Eropa," kata Petro.
Bahkan saat Presiden AS Joe Biden meresmikan 'Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) untuk Demokrasi', para pemimpin Eropa berbondong-bondong pergi ke China untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping.
Baca juga: Presiden Belarus Tuduh Polandia Rencanakan Invasi, Ancam akan Sebar Nuklir Strategis Rusia
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kepala Eksekutif Uni Eropa (UE) Komisi Eropa Ursula von der Leyen pun akan segera berkunjung.
Kanselir Jerman Olaf Scholz ada di sana baru-baru ini.
Perdana Menteri (PM) Spanyol Pedro Sanchez pun berada di China pada minggu ini untuk mendesak Xi menerima seruan Presiden Ukraina Volodymr Zelenskyy terkait kerangka kerja 12 poin China untuk gencatan senjata.
Dalam kerangka kerja itu, China menyerukan diakhirinya 'mentalitas Perang Dingin' Barat dan pengenaan sanksi sepihak terhadap saingan.
Sementara itu, AS yang mendominasi NATO, telah menolak blueprint itu sebagai 'jebakan sinis'.
Petro meyakini bahwa China kini telah menjadi pusat perhatian negara Barat, hanya karena menolak mencela tetangga dan mitra dagang terdekatnya, Rusia.
"Pada titik ini, China tidak perlu melakukan apapun untuk menjadi efektif, selain berdiri di sudut, di sisi Rusia, negara itu hanya perlu ada di sana. Saat ini China mendapatkan semua yang diinginkannya, termasuk pengakuan dari Eropa dengan melakukan apa yang kini dilakukannya," jelas Petro.
KTT yang digelar baru-baru ini di Rusia antara Xi dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah memicu serangkaian reaksi bermusuhan dari anggota NATO, termasuk upaya untuk menuntut Putin dengan kejahatan perang di Pengadilan Kriminal Internasional yang yurisdiksinya tidak diakui oleh Rusia, China, maupun AS.
"Ini masih sangat awal dalam permainan, tapi permainannya besar. Salah satunya adalah mengubah korelasi kekuatan di dunia antara Barat dan Timur. Jika Rusia dan Eropa mencapai pengaturan keamanan baru yang memberi Rusia suara yang setara dengan negara-negara Eropa lainnya, maka akan muncul pertanyaan 'mengapa pangkalan dan pasukan Amerika dibutuhkan di Eropa?," tegas Petro.
Menurut Petro, ada ketidakcocokan mendasar dengan keamanan Eropa yang mencakup Rusia, namun didikte oleh kepentingan Amerika.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.