Tentara dan Paramiliter Sudan Bentrok, Setidaknya 25 Warga Tewas, Pesawat di Bandara Terbakar
Bentrok pecah antara tentara reguler Sudan dan paramiliter RSF, kedua belah pihak saling memperebutkan bandara dan istana presiden.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Sedikitnya 25 orang dilaporkan tewas dan 183 lainnya luka-luka akibat bentrokan yang sedang berlangsung antara tentara Sudan dan pasukan paramiliter, Sky News melaporkan.
Serikat dokter Sudan mengatakan jumlah kematian itu terjadi selama adanya pertempuran berkelanjutan pada hari Sabtu (15/4/2023).
Kedutaan besar Inggris dan AS di Sudan memperingatkan warganya untuk tetap berdiam di dalam rumah.
Mereka tidak dapat memastikan berapa banyak korban yang merupakan warga sipil, tetapi sebelumnya telah mengindikasikan setidaknya tiga orang yang tewas bukanlah pejuang.
Dua orang tewas di bandara Khartoum, empat di negara tetangga Omdurman, delapan di kota Nyala, enam di kota El Obeid dan lima di El Fasher, tambah sumber itu.
Bentrokan antara tentara Sudan dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) berkecamuk di sekitar istana presiden dan Bandara Internasional Khartoum.
Baca juga: Baku Tembak antara RSF dan Militer Sudan, Dua Pesawat Terbakar di Bandara Khartoum
Kedua belah pihak berjuang untuk menguasai situs simbolis tersebut.
Tentara Sudan dan RSF menjalin kemitraan setelah penggulingan mantan pemimpin Omar al Bashir pada 2019.
Tetapi kepala militer Jenderal Abdel Fattah al Burhan telah menjadi presiden de facto negara itu sejak kudeta militer pada Oktober 2021.
Pada hari Sabtu, tentara Sudan menolak kemungkinan negosiasi antara kedua belah pihak.
Mereka menulis di halaman Facebook bahwa "tidak akan ada negosiasi atau dialog sampai pembubaran paramiliter RSF".
Kesepakatan baru yang ditandatangani akhir tahun lalu seharusnya membuka jalan menuju pemilu yang demokratis.
Tetapi kekerasan akhirnya meletus setelah berminggu-minggu ketegangan meningkat.
Kepala RSF Mohamed Hamdan Dagalo, lebih dikenal sebagai Hemedti, menyebut Jenderal al Burhan "penjahat" dan menuduh pasukannya melakukan kudeta.