PBB Prediksi Pertengahan 2023 India Lampaui China Jadi Negara Terpadat di Dunia
Saat 254 juta orang India pada usia 15 hingga 24 menjadi jumlah terbesar di dunia, China sedang berjuang dengan populasi yang menua.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI - Data Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menunjukkan India berada di jalur yang tepat untuk melampaui China pada pertengahan 2023 sebagai negara terpadat di dunia.
Ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah populasi muda India yang berkembang pesat akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun mendatang.
Saat 254 juta orang India pada usia 15 hingga 24 menjadi jumlah terbesar di dunia, China sedang berjuang dengan populasi yang menua dan pertumbuhan populasi yang stagnan.
Fenomena itu telah memicu ekspektasi bahwa perubahan demografis dapat membuka jalan bagi India untuk menjadi kelas berat ekonomi dan global.
Baca juga: PBB Sebut Populasi India akan Jauh Melebihi China pada Pertengahan 2023
Warga muda India dapat mendorong pertumbuhan ekonomi negara itu untuk tahun-tahun mendatang, namun hal itu dapat secara mudah menjadi masalah jika mereka tidak dipekerjakan secara memadai.
Dikutip dari laman AP News, Kamis (20/4/2023), Ekonom telah memperingatkan bahwa meskipun ekonomi India termasuk yang tumbuh paling cepat seiring dengan meningkatnya populasinya, angka penganggurannya pun turut membengkak.
Di antara perusahaan lain, raksasa teknologi Apple berharap mengubah India menjadi pusat manufaktur potensial karena memindahkan beberapa produksi dari China, di mana upah meningkat karena populasi usia kerja menyusut.
Laporan PBB mengatakan India akan memiliki sekitar 2,9 juta orang lebih banyak dari China pada pertengahan tahun ini.
India akan memiliki sekitar 1,4286 miliar orang versus 1,4257 miliar penduduk daratan China pada saat itu.
Para Ahli Demografi mengatakan bahwa batasan data populasi tidak memungkinkan untuk menghitung tanggal pasti dan India belum melakukan sensus sejak 2011.
Perlu diketahui, China memiliki populasi terbesar di dunia setidaknya sejak 1950, tahun di mana PBB mulai mengeluarkan data populasi.
Baca juga: Suhu Panas Ekstrem Tewaskan 11 Orang dalam Sebuah Acara Penghargaan di India
Baik China dan India memiliki lebih dari 1,4 miliar orang, dan jika digabungkan akan membentuk lebih dari sepertiga dari 8 miliar penduduk dunia.
Belum lama ini, India diperkirakan tidak akan menjadi negara terpadat hingga akhir dekade ini.
Namun waktunya telah dipercepat oleh penurunan tingkat kesuburan China, dengan banyak keluarga yang memiliki lebih sedikit anak.
Sebaliknya, India memiliki populasi yang jauh lebih muda, tingkat kesuburan yang lebih tinggi dan telah mengalami penurunan kematian bayi selama tiga dekade terakhir.
Namun menurut data Bank Dunia, tingkat kesuburan negara terus menurun, dari lebih dari lima kelahiran per wanita pada 1960 menjadi lebih dari dua pada 2020.
Populasi negara itu meningkat lebih dari empat kali lipat sejak memperoleh kemerdekaan 76 tahun lalu.
Saat India tampaknya akan menjadi negara terbesar di dunia, negara di kawasan Asia Selatan itu bergulat dengan meningkatnya ancaman perubahan iklim, ketidaksetaraan yang mendalam antara penduduk perkotaan dan pedesaan, kesenjangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan, serta kesenjangan agama yang melebar.
Dalam survei terhadap 1.007 orang India yang dilakukan oleh PBB terkait dengan laporan tersebut, 63 persen responden mengatakan bahwa masalah ekonomi menjadi perhatian utama mereka saat memikirkan perubahan populasi, diikuti oleh kekhawatiran tentang lingkungan, kesehatan dan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Temuan survei India menunjukkan bahwa kecemasan penduduk telah meluas ke sebagian besar masyarakat umum. Namun, jumlah populasi seharusnya tidak memicu kecemasan atau menimbulkan kekhawatiran," kata Perwakilan dari Dana Kependudukan PBB untuk India, Andrea Wojnar dalam sebuah pernyataan.
Ia menambahkan bahwa mereka harus dilihat sebagai simbol kemajuan dan pembangunan 'jika hak dan pilihan individu ditegakkan'.
Banyak yang mengandalkan meningkatnya jumlah orang usia kerja di India untuk memberikan 'dividen demografis', atau potensi pertumbuhan ekonomi saat populasi muda suatu negara melampaui bagiannya dari orang tua yang berada di luar masa kerja mereka.
Itulah yang membantu China mengukuhkan posisinya sebagai kekuatan global.
"Sejauh ini, kami belum dapat memanfaatkan bonus demografi kami secara memadai. Sementara populasi usia kerja tumbuh secara substansial, lapangan kerja tidak bertambah," kata Direktur Pusat Pemantauan Ekonomi India, Mahesh Vyas.
Ia menekankan bahwa negara telah berjuang untuk menciptakan lapangan kerja tambahan dalam enam tahun terakhir, dengan jumlah pekerjaan stagnan di 405 juta.
India telah mengalami transformasi yang fenomenal, dari negara miskin pada 1947 menjadi kekuatan global yang sedang berkembang dengan ekonomi mencapai 3 triliun dolar Amerika Serikat (AS) yang merupakan terbesar ketiga di Asia.
Negara itu merupakan pengekspor utama barang-barang seperti perangkat lunak dan vaksin.
Bahkan jutaan orang telah keluar dari kemiskinan dan menjadi kelas menengah yang aspiratif serta berkembang seiring melonjaknya sektor-sektor berketerampilan tinggi di negara itu.
Kendati demikian, angka pengangguran pun turut melonjak, menurut statistik CMIE dari tahun 2022, hanya 40 persen orang India usia kerja yang bekerja.
Kepala Yayasan Kependudukan India, Poonam Muttreja pun setuju dengan hal ini, ia mengatakan bahwa negara harus merencanakan hal yang lebih baik untuk kaum mudanya.
"Populasi yang besar ini akan membutuhkan investasi besar dalam keterampilan, agar mereka dapat memanfaatkan peluang yang akan muncul dalam ekonomi untuk berpartisipasi dalam pekerjaan. Tapi kita juga harus menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk mereka," kata Muttreja.
Ia menambahkan bahwa investasi juga dibutuhkan dalam bidang pendidikan.
Menanggapi berita laporan PBB pada Rabu kemarin yang berisi pernyataan Juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin, 'dividen demografis suatu negara tidak hanya bergantung pada kuantitas, namun juga kualitas'.
"Populasi itu penting, begitu juga talenta. Bonus demografi China belum hilang, dividen talenta sedang terjadi dan momentum pengembangan tetap kuat," tegas Wang dalam sebuah pengarahan.