Jelang KTT G7, Komunitas LGBTQ+ di Jepang Gelar Pawai Tuntut Pengesahan Pernikahan Sesama Jenis
Sekitar 10.000 orang menggelar pawai di Jepang, menuntut disahkannya pernikahan sesama jenis.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Komunitas LGBTQ+ di Jepang menggelar pawai pada Minggu (23/4/2023), untuk menuntut disahkannya pernikahan sesama jenis.
Sekitar 10.000 orang mengibarkan bendera Pride di distrik Shibuya, Tokyo.
Pawai ini adalah yang pertama dalam empat tahun terakhir, yang digelar menjelang KTT Group of Seven atau G7 yang akan digelar bulan depan.
Menurut Reuters, Jepang adalah satu-satunya negara anggota G7 yang tidak mengakui pernikahan sesama jenis.
Namun, dukungan yang tumbuh dari lobi bisnis utama negara dan perusahaan besar menekan pemerintah Perdana Menteri Fumio Kishida dan partai konservatifnya untuk mengubahnya.
"Jepang benar-benar tertinggal. Kami akan berjuang sampai seluruh negara memiliki pernikahan sesama jenis," kata Himama, salah satu peserta pawai, kepada Reuters.
Baca juga: Alasan Jepang Legalkan Aborsi Menurut UU Kesehatan Ibu dan Kontroversinya
Konstitusi negara tradisional Jepang merujuk pada pernikahan antara "dua jenis kelamin" dan menyebutkan "hak yang sama antara suami dan istri".
Agar Jepang mengizinkan pernikahan sesama jenis, diperlukan amandemen hukum perdata.
Namun, menjelang KTT, beberapa anggota parlemen telah berjanji untuk mengesahkan undang-undang yang mempromosikan "pemahaman tentang LGBTQ".
Aktivis dan pemimpin bisnis menyebut langkah itu sebagai langkah yang baik.
Namun, mereka mengatakan langkah itu jauh dari komitmen G7 Jepang sebelumnya.
Tahun lalu, Jepang berjanji untuk memastikan kesetaraan hak dan tindakan anti-diskriminasi untuk LGBTQ.
Reuters melaporkan bahwa di Jepang, jumlah kota yang mengizinkan pasangan sesama jenis untuk memasuki perjanjian kemitraan telah meningkat secara signifikan dari 26 menjadi sekitar 300 sejak parade Pride pra-pandemi terakhir pada tahun 2019, yang mencakup sekitar 65 persen populasi.
Namun, perjanjian ini tidak memberikan hak kepada pasangan untuk mewarisi aset satu sama lain atau hak asuh untuk anak masing-masing.